Kisah Bersejarah di Balik Istilah Halal Bihalal

Sekjen DPP PDIP saat acara Halal bi Halal.
Sumber :
  • Ist

VIVA.co.id – Istilah halal bihalal muncul dari dialog konstruktif antara Presiden Soekarno dengan KH Abdul Wahab Hasbullah, seorang ulama besar Indonesia yang karismatik dan berpandangan modern. Itu disampaikan Sekjen DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, saat acara halal bihalal DPD PDI Perjuangan Jawa Timur di Kota Batu, Jawa Timur, Minggu 24 Juli 2016.

PBNU Beri Ucapan Selamat ke Prabowo-Gibran sebagai Pemenang Pilpres 2024

"Istilah halal bihalal atas permintaan Bung Karno kepada KH Abdul Wahab Hasbullah. Ini perspektif sejarah yang harus kita ketahui. Pada masa itu, para elite enggak mau bersatu saling bertengkar dan menyalahkan," kata Hasto melalui keterangan tertulis, Minggu 24 Juli 2016.

Hasto mengisahkan, pada pertengahan bulan Ramadhan tahun 1948, Presiden Soekarno memanggil KH Wahab Hasbullah, yang merupakan salah satu tokoh pendiri Nahdlatul Ulama ke Istana Negara. Kedua tokoh besar itu membicarakan situasi pelik dari politik di Indonesia kala itu.

Hilal Tak Terlihat, Gus Yahya-PBNU: Besok Belum Masuk Ramadhan

Kiai Wahab mengusulkan agar Bung Karno mengadakan acara silaturahmi antar elite politik, karena hari raya Idul Fitri sudah dekat. Namun kala itu, Bung Karno menyebutkan silaturahmi sudah biasa, dan dia ingin istilah yang lain.

Kiai Wahab berpandangan, para elite politik tidak mau bersatu itu karena mereka saling menyalahkan. Saling menyalahkan itu kan dosa, dan dosa itu haram. Supaya mereka tidak punya dosa (haram), maka harus dihalalkan.

4 Ketentuan Penting dalam Penentuan Hilal Awal Bulan Hijriah

Kiai Wahab menegaskan, mereka harus duduk dalam satu meja untuk saling memaafkan, saling menghalalkan. Sehingga silaturahmi nanti pakai istilah 'halal bihalal'.

Saran KH Wahab tersebut kemudian diamini oleh Bung Karno, sehingga pada Hari Raya Idul Fitri saat itu, Bung Karno mengundang semua tokoh elite politik untuk datang ke istana menghadiri acara silaturahmi bertajuk halal bihalal.

"Bung Karno paham akan diferensiasi dalam politik itu penting. Sehingga saat itu beliau menginginkan sesuatu istilah yang berbeda," ujar Hasto.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya