Jokowi Marahi Penegak Hukum, KPK Mengaku Sudah Paham

Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id – Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo kembali mengingatkan aparat penegak hukum untuk tidak memidanakan kebijakan seorang kepala daerah. Hal tersebut diungkapkan Jokowi di hadapan para Kepala Kepolisian Daerah dan Kejaksaan Tinggi seluruh Indonesia, Selasa 19 Juli 2016.

Rumor Jokowi Marah Besar dengan Andika Perkasa, Hendropriyono: Saya Tidak Percaya!

Terkait hal tersebut, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode Muhammad Syarif menyebut, pihaknya telah memahaminya. Syarif menyatakan, KPK dapat memilah antara kesalahan administrasi dengan tindak pidana korupsi.

"Jadi tanpa peringatan Presiden pun KPK sudah paham soal itu," kata Syarif.

Kaleidoskop 2020: Kemarahan Jokowi dan Ancaman Reshuffle Kabinet

Selain itu, Syarif menyebut, KPK juga memahami mengenai diskresi seorang Kepala Daerah dalam mengeluarkan kebijakan.

"Khusus untuk diskresi intinya adalah diskresi hanya dapat dilakukan oleh pejabat publik jika belum ada aturan hukum yang mengaturnya. Dan jika pejabat publik melakukan diskresi maka harus berpihak pada kepentingan umum, bukan memperkara diri atau orang lain," kata Syarif.

Jokowi Sebut Teguran ke Menteri Bukan Marah, Tapi Memotivasi

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo terlihat marah saat memberikan sambutan dan arahan kepada seluruh Kapolda dan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati), di Istana Negara, Jakarta.

Presiden menegaskan, pembangunan harus dijalankan secara bersama dan didukung semua pihak. Maka, pemerintah sudah mengeluarkan 12 paket kebijakan ekonomi.

"Sekali lagi semuanya harus segaris, harus seirama sehingga orkestrasinya menjadi suara yang baik," kata Jokowi, dalam sambutan pengantarnya.

Jokowi mengingatkan instruksinya di Istana Bogor pada 2015 lalu. Saat itu, ada lima instruksinya kepada aparat penegak hukum. Pada kesempatan ini, Jokowi ingin mengevaluasi kembali instruksi itu, yang menurutnya tidak dijalankan.

"Pertama bahwa kebijakan diskresi tidak bisa dipidanakan, jangan dipidanakan," kata Jokowi.

Kedua, Jokowi mengingatkan kembali bahwa tindakan administratif tidak boleh dipidanakan. Sehingga aparat baik Polri maupun Kejaksaan, harus memilahnya.

"Tolong dibedakan mana yang niat nyuri, nyolong dan mana yang maladministrasi. Saya kira aturan di BPK sudah jelas," kata mantan Gubernur DKI itu.

Jokowi juga menyinggung pada poin ketiga, bahwa kerugian yang dikeluarkan Badan Pemeriksa Keuangan, diberi peluang 60 hari. "Keempat, kerugian negara ini harus konkret, tidak mengada-ada," kata Jokowi.

"Kelima, tidak diekspos ke media secara berlebihan sebelum kita melakukan penuntutan. Ya kalau salah, kalau enggak salah," ujarnya.

Dari lima poin yang diinstruksikan setahun lalu itu, Jokowi mengatakan, masih banyak Kapolda dan Kajati  yang tidak mengindahkan perintahnya.

"Evaluasi perjalanan selama ini, saya masih banyak sekali mendengar tidak sesuai dengan yang saya sampaikan," katanya.

Jokowi meminta, agar pembangunan dilakukan dengan sebaik-baiknya. Tapi Jokowi terlihat marah, karena justru penegakan hukum tidak sejalan dengan keinginan pemerintah melakukan pembangunan.

"Saya masih banyak keluhan dari bupati, wali kota, gubernur. Nanti saya akan jelaskan ketika tidak ada media."

(mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya