Santoso Diduga Sudah Tewas, Kelompoknya Diyakini Cepat Pudar

Kelompok teroris pimpinan Santoso di hutan persembunyian mereka di Poso saat masih lengkap beberapa waktu silam.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Abdullah Hamann

VIVA.co.id – Pengamat terorisme, Harits Abu Ulya, menilai tewasnya pria yang diduga kuat Santoso – setelah ditembak tim gabungan pada Senin sore kemarin – akan sangat mempengaruhi masa depan gerombolannya. Baku tembak itu terjadi di Tambarana, Poso, Sulawesi Tengah.

TNI: Pengikut Santoso Tinggal Tujuh Orang dengan Dua Senjata

Menurut Harits, selama ini Santoso adalah simbol perlawanan para militan sehingga ketika sosok itu tidak ada, maka akan sangat berpengaruh pada eksistensi para anggotanya.

"Sisa-sisa kelompok Santoso sangat mungkin terdiaspora, memudar menyerahkan diri atau melakukan aksi nekat balasan secara sporadis," kata Harits, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa 19 Juli 2016.

Anggota Gugur, Satgas Tak Kendur Buru Kelompok Santoso

Selama ini, tiga daerah yang sering digunakan untuk gerilya adalah Sulawesi, Aceh dan Papua. Harits menjelaskan, Poso memang sengaja dijadikan basis. Namun dengan tewasnya pria yang diduga Santoso itu, Harits yakin perlawanan mereka akan memudar.

"Sementara saat ini untuk Aceh sudah gagal dijadikan basis.Tinggal Papua menjadi tempat berlindung kelompok teroris OPM yang masih eksis," katanya.

Baku Tembak dengan Kelompok Santoso, Satu Prajurit Tewas

Direktur The Community Of Ideological Islamic Analyst (CIIA) ini meminta, tidak ada lagi kreasi yang melahirkan Santoso baru. Baik disengaja untuk membranding dalam konteks perang melawan terorisme.

Dengan kematian Santoso, Harits menilai pemerintah perlu untuk menghentikan operasi Tinombala dalam pengejaran Sdantoso. Ini untuk memberi ketenangan kepada masyarakat, yang menurutnya butuh hidup normal dari aspek perekonomian.

"Yang lebih penting, masyarakat Poso tidak ingin daerahnya di labeli basis teroris terus menerus," katanya.

Hal terpenting lain, menurut Harits adalah pemerintah perlu melihat hal mendasar dari fenomena terorisme secara menyeluruh. Sehingga penanganan ke depan, tidak lagi hanya pendindakan saja.

"Disengagement of violence (menjauhkan seseorang dari aksi-aksi kekerasan) itu lebih utama dibanding bicara enforcement (penindakan). Karena fenomena terorisme di Indonesia mengalami transformasi sedemikian rupa," kata Harits.

(ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya