Jaksa Agung Masih Telaah Hasil Audit BPK Soal Kemenkeu Boros

Jaksa Agung, HM Prasetyo (kemeja putih)
Sumber :
  • VIVA.co.id/Syaefullah

VIVA.co.id – Jaksa Agung, HM Prasetyo, menyebut pihaknya tengah menelaah audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyatakan adanya dugaan pemborosan oleh Kementerian Keuangan pada tahun anggaran 2013-2014.

KPK Kantongi Data Para Penyuap Pejabat Kemenkeu

Prasetyo menyebut, pihaknya harus cermat dalam melakukan telaah terhadap audit tersebut.

"Masih ditelaah, ini kan nunggu kecermatan, jangan sampai salah langkah," kata Prasetyo, di Gedung KPK, Jakarta, Kamis, 23 Juni 2016.

Ahok Ogah Kembalikan Rp191,3 M Dugaan Kerugian Sumber Waras

Prasetyo menjelaskan, kecermatan diperlukan lantaran kendati telah disebut ada penyimpangan, namun belum bisa disimpulkan bahwa hal itu kriminal. 

Menurut dia, bisa saja penyimpangan itu hanya masalah administrasi saja. Terlebih, BPK juga masih dapat memerikan waktu kepada pihak yang diaudit untuk melakukan perbaikan.

Kejaksaan Agung Pelajari Audit BPK soal Kemenkeu Boros

Namun, Prasetyo menyatakan, pihaknya siap menindaklanjuti jika memang nantinya ditemukan ada unsur korupsi dalam penyimpangan tersebut.

"Kecuali memang ada unsur kesengajaan, penyimpangan, korupsi. Itu baru (ada tindak lanjutnya)," tegas dia.

Sebelumnya, Kepala Biro Humas Badan Pemeriksa Keuangan Yudi Ramadan Budiman, mengatakan dalam audit BPK tersebut ditemukan pemborosan pengadaan yang dilakukan Kemenkeu, namun manfaat yang diterima tidak sesuai dengan yang direncanakan.

"Misalnya saja, pembayaran lisensi software tahunan tidak dimanfaatkan, dan adanya kemahalan harga dari penetapan harga perkiraan sendiri," kata Yudi.

Seperti diketahui, dugaan pemborosan yang berpotensi menimbulkan kerugian negara diungkapkan oleh Direktur Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi.

Menurutnya, dari hasil pemeriksaan BPK pada belanja barang dan belanja modal di lingkungan Sekretaris Jenderal dan Direktorat Jenderal Perbendaharaan Tahun Anggaran 2013-2014 ditemukan banyak hal yang tidak wajar.

Ia mencontohkan, terdapat pemborosan sebesar Rp13,22 miliar untuk sembilan pengadaan dengan nilai kontrak sebesar Rp43,52 miliar, termasuk kelebihan pembayaran sebesar Rp4,88 miliar untuk enam pengadaan dengan nilai kontrak sebesar Rp35,15 miliar

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya