Mendagri Sebut Tak Ada 'Perda Syariat' yang Dihapus 

Petugas Satpol PP Jakarta Pusat menertibkan PKL di Tanah Abang, Kamis, 2 Juni 2016.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Foe Peace Simbolon

VIVA.co.id – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan, tak ada peraturan daerah (Perda) bernuansa syariat Islam yang masuk dalam deregulasi 3.143 perda. 

Demo Tolak Pemekaran Ricuh, Sejumlah Mahasiswa Papua Ditangkap

Menurutnya, ribuan perda yang dibatalkan hanya terkait investasi, retribusi, pelayanan birokrasi dan masalah perizinan serta soal diskriminatif. 

“Siapa yang hapus. Tidak ada yang hapus. Ini semua soal investasi. Kita tidak urus perda yang bernuansa syariat Islam," kata Tjahjo di Kantor Kementerian Dalam Negeri, Jalan Medan Merdeka Utara 7, Jakarta Pusat, Rabu 15 Juni 2016.

Daerah Diminta Percepat Bentuk Perda Retribusi Persetujuan Bangunan

Tjahjo mengatakan, bila harus melakukan revisi perda-perda yang dinilai intoleran atau diskriminatif yang potensial menimbulkan pro-kontra masyarakat. Kemendagri, pasti mengundang organisasi masyarakat, organisasi keagamaan untuk menyelaraskan regulasi tersebut.

"Selama ini pemerintah tentu mengikuti pertimbangan dan fatwa dari organisasi keagamaan seperti MUI. Makanya dalam melakukan evaluasi dan pendalaman perda bermasalah yang bernuansa Islam tentu ada klarifikasi serta penyelarasan dengan tokoh agama," ujar dia.

Mendagri: ASN Harus Bangun Pola Pikir dan Budaya Kerja Melayani Publik

Tjahjo juga berjanji akan segera mempublikasikan ribuan perda yang sudah dibatalkan Kemendagri dan jajarannya tersebut. 

"Data kami, ada 2.227 perda provinsi yang dibatalkan Kemendagri, lalu 306 perda yang secara mandiri dicabut Kemendagri serta 610 perda yang dibatalkan kabupaten/kota dibatalkan provinsi,” ujarnya menambahkan.

Tjahjo menjelaskan, masalah perda ini, kata dia faktanya semakin diputarbalikkan. Sebab, dirinya menerima ratusan pesan singkat ke telepon selularnya protes pembatalan perda bernuansa syariat Islam. 

“Itu tudingan belaka, karena tidak ada niat mencabut perda itu. Perda ini memang menjadi kewenangan kepala daerah. Kami tak membatalkan perda tersebut, namun hanya menguatkan ketentuannya saja, apalagi terkait SOP Satpol PP,” ujar dia.

Tjahjo mengakui, tidak semua perda itu mendapat asistensi langsung dari pemerintah pusat dalam proses penyusunannya. Sebab, hanya ada enam jenis perda yang sebelum disahkan dan berlaku di daerah harus mendapat persetujuan dari pemerintah pusat, sebagaimana Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.

Enam peraturan itu terkait rancangan perda APBD, tata ruang, pajak daerah, retribusi daerah, Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan Panjang Daerah (RPJMD dan RPJPD). 

"Selain itu, peraturan kepala daerah lainnya juga tak pernah ada yang dilaporkan ke pusat. Jadi, ada sejumlah perda yang baru ketahuan bermasalah setelah ada kasus-kasus seperti ini.”

(mus)
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya