IDI: Daripada Kebiri, Kenapa Tak Hukum Mati Saja

Ilustrasi/Hukuman kebiri.
Sumber :
  • VIVA.co.id/hellosehat.com

VIVA.co.id – Ikatan Dokter Indonesia (IDI) bersikukuh menolak menjadi eksekutor hukuman kebiri kimiawi pada pelaku kejahatan seksual. Pemberatan hukuman bagi penjahat seksual itu termuat dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Perppu itu, kemudian populer dengan nama Perppu Kebiri.

MUI Tuntut Bukti Hukuman Kebiri Tak Permanen

Ketua Umum IDI, Ilham Oetama Marsis menegaskan, asosiasinya tidak bermaksud untuk melawan pemerintah dengan menolak Perppu tersebut. Malah, Ilham mengatakan, IDI prinsipnya mendukung sepenuhnya peraturan yang bisa menekan angka kejahatan seksual anak.

"Kami dukung, kami harapkan bilamana diperlukan jatuhkan hukuman yang berat-beratnya. Kalau ada korban jiwanya, kenapa tidak hukum mati (pelaku kejahatan seksual)," kata Ilham dalam diskusi Indonesia Lawyer Club (ILC) tvOne, Selasa 14 Juni 2016.

Kebiri Kimia Upaya Langkah Salah Sasaran

Ilham mengatakan, IDI menolak menjadi eksekutor hukuman tambahan dalam Perppu itu, yaitu kebiri kimia, karena terikat dengan kode etik dokter.

"Masalah bagi kita adalah peraturan tambahan (kebiri kimia). Kalau mungkin, janganlah kami jadi eksekutor. Kami tak ingin masyarakat lihat kami sebagai orang yang tidak baik, karena ada sumpah dokter dan peraturan konsil, yang menyebutkan dokter harus memuliakan fisik mental dan kesehatan. Ada juga kode etik kedokteran," jelas orang nomor satu IDI tersebut.

DPR: Perppu Kebiri Minimal Bisa Bikin Jera

Selain alasan kode atik dan sumpah dokter, Ilham melanjutkan, IDI melihat hukuman kebiri juga sejauh ini tidak terbukti efektif.

Dia menguraikan, hukuman kebiri sudah diberlakukan di 25 negara, tetapi dalam perkembangannya tidak banyak yang benar-benar menjalankan eksekusi hukuman kebiri.

Ilham menyebutkan, di Amerika Serikat, hanya sembilan negara bagian saja yang masih mempertahankan kebiri suntikan. "Semuanya cabut, karena ada tantangan obat tidak layak diberikan ke tersangka (kebiri)" ujarnya.

Kemudian, praktik hukuman kebiri di Korea Selatan, ujar Ilham, juga tidak jauh berbeda. Tidak efektif. Dalam catatannya, pada 2011, di Korea Selatan hanya ada dua kasus eksekusi kebiri yang dijalankan. Alasannya, eksekusi kebiri itu diprotes warga Korsel, karena dianggap eksekusi kebiri bukan tugas seorang dokter.

Dia mengatakan dalam eksekuesi kebiri di AS, yang menjalankan bukan dokter, melainkan tenaga kesehatan lainnya. Dalam kebiri di negeri Paman Sam itu, tugas dokter adalah hanya melihat dan memastikan apakah sudah benar-benar kebiri sudah dilakukan.

"Jadi, obat suntik itu lebih banyak mudharat-nya ke tersangka. Maka marilah cara yang baik," kata dia. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya