Warga Bantul Peringati 10 Tahun Gempa Yogyakarta

Prasasti 10 tahun gempa Yogyakarta di Kabupaten Bantul, Kamis (26/5/2016). Gempa ini menewaskan 6.000 orang pada tahun 2006.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Daru Waskita

VIVA.co.id – 10 Tahun silam, tepatnya pukul 06.59 WIB, di hari Sabtu tanggal 27 Mei 2006, bencana gempa bumi berkekuatan 5,9 skala richter meluluhlantahkan wilayah Bantul dan sekitarnya. Gempa berpusat di darat tepatnya dipertemuan sungai Opa-Oya, Dusun Potrobayan, Desa Srihardono, Kecamatan Pundong, Kabupaten Bantul, Yogyakarta.

Kisah Warga Nonton di Bioskop Lari Keluar saat Gempa Guncang Yogyakarta

Lebih dari 4.000 warga Bantul meninggal dan ratusan ribu rumah rusak ringan hingga rusak berat, dan ribuan warga Bantul mengalami luka ringan hingga berat. Mereka dirawat di berbagai rumah sakit dan fasilitas kesehatan yang dibangun oleh negara sahabat maupun dari NGO yang selama ini aktif di Indonesia.

Meski sudah satu dasawarsa berlalu, bencana hebat itu masih menyisakan duka dan trauma mendalam bagi warga setempat. Apalagi bagi keluarga yang tidak saja rumahnya roboh namun ada anggota keluarganya meninggal dunia tertimpa bangunan rumah yang roboh.

Cerita Warga Yogya soal Detik-detik Gempa: Goyangan Kencang, Gendong Anak dari Lantai 2

Masyarakat di Dusun Potrobayan yang merupakan dusun terdekat dari titik episentrum gempa bumi tektonik sejak Jumat pagi, 27 Mei 2016, menggelar Salat Subuh berjamaah di lokasi pendirian prasasti titik episentrum gempa bumi 2006 Kabupaten Bantul.

Salat Subuh bersama yang dilanjutkan dengan doa bersama untuk para arwah korban gempa bumi 2006 ini dipimpin langsung oleh Bupati Bantul, Suharsono.

Gempa M4,8 di Pacitan Terasa Hingga Yogyakarta

Wajah yang sedih masih tampak diraut wajah warga di Dusun Potrobayan yang tak kuasa menahan kesedihannya ditinggal kelurga menghadap Sang Ilahi.

"Doa yang dipanjatkan sangat menyentuh hati. Di Dusun Potrobayan ini ada ada 12 orang yang meninggal saat kejadian gempa dan 1 orang menyusul paska kejadian gempa," kata Purwanti warga setempat, usai mengikuti doa bersama, Jumat 27 Mei 2016.

Menurut Purwanti, saat peristiwa itu terjadi ratusan rumah warga di Dusun Potrobayan hancur. Rumah yang masih berdiri tegak bisa dihitung dengan jari. Hampir 80 persen rusak sedang hingga rusak parah atau roboh.

"Di kampung kami ini paling dekat dengan pusat gempa sehingga getaran gempa paling besar dirasakan dibanding daerah yang lain," katanya.

Sementara itu, Bupati Bantul, Suharsono mengatakan gempa bumi 2006 merupakan pelajaran penting bagi masyarakat Bantul dan Pemkab Bantul dalam kesiapsiagaan menghadapi bencana yang tidak bisa diprediksi kapan terjadi.

"Harus diakui saat gempa bumi 2006 terjadi semua pihak belum siap menghadapi bencana yang sangat hebat tersebut dengan korban jiwa ribuan dan belum korban luka sedang hingga berat yang harus mendapatkan perawatan di rumah sakit," katanya.

Kondisi kala itu, warga Yogyakarta khususnya anggota SAR dan Satlak Penanggulangan Bencana baru berkonsentrasi penanganan bencana erupsi Merapi sehingga mereka harus ditarik ke Kabupaten Bantul.

"Sekitar satu jam dari gempa bumi, muncul isu tsunami sehingga masyarakat panik dan meninggalkan korban yang meninggal begitu saja tanpa diurus. Malam hari usai gempa hujan deras mengguyur Yogyakarta dan banyak anak kecil hingga orang tua yang harus basah tanpa ada tempat berteduh. Masyarakatpun masih dihantui gempa susulan," ujarnya.

Kini setelah 10 tahun gema bumi berlalu, BPBD membentuk desa tanggap bencana dan sekolah siaga bencana. UU, Perda dan SOP penanganan bencana serta simulai menghadapi bencana gempa bumi telah rutin digelar sehingga masyarakat selalu diingatkan ketika menghadapi bencana gempa bumi dan bencana lainnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya