Bung Karno Adili Kartosuwiryo, Soeharto Tembak Mati Aidit

Presiden Pertama Republik Indonesia, Soekarno.
Sumber :
  • VIVA.co.id / Dody Handoko

VIVA.co.id - Tak bisa dipungkiri, Soekarno dan Soeharto, merupakan dua tokoh yang mewarnai Indonesia pada periode awal kemerdekaan sampai pada fase akhir masa revolusi. Keduanya pun memiliki gaya berbeda dalam menangani suatu persoalan, misalnya terhadap orang yang dituduh melakukan pemberontakan.

Megawati: Hey Anak Muda, Tidak Akan Merdeka Kalau Tidak Ada Bapak Proklamator

Salah satu putri Bung Karno, Sukmawati Soekarnoputri, dalam diskusi di acara Indonesia Lawyers Clubs, Selasa kemarin, 24 Mei 2016, mengungkapkan sepenggal kisah. Latar zaman tetap menyinggung tragedi 1965.

"Saya melihat bukunya Fadli Zon tentang Kartosuwiryo. Kita bisa sangat melihat perbedaan zaman Bung Karno dengan zaman Soeharto," kata Sukmawati.

Prabowo: Kalau Saya Bersama Anak Muda, Saya Tidak Takut Apapun

Sukmawati mengungkapkan bahwa Kartosuwiryo betul-betul melakukan pemberontakan bersenjata. Akibat aksinya itu, banyak korban yang tewas dari anak-anak Perguruan Cikini.

"Anak sekolahan tewas, luka-luka karena aksi DI/TII yang dipimpin oleh Kartosuwiryo. Tapi lihatlah, ditangkap, diadili dengan baik. Saat ekskusi pun dihormati dengan baik," kata dia lagi.

Cak Imin Mengaku Mimpi Dapat Perintah Ziarah ke Makam Bung Karno setelah Istikharah

Perlakuan itu berbeda usai Gerakan 30 September 1965 meletus. Soeharto yang memegang kekuasaan secara de facto, kata Sukmawati, membasmi orang-orang yang ia tuduh memberontak tanpa aturan hukum yang beradab.

"Ini coba ketumnya PKI, pada waktu itu, rulling partai PNI, PKI mulai meningkat, itu dibungkam saja dijedot. Sekjen PNI pun dijedot di lapangan, tidak ada lagi bisa membela diri melalui pengadilan. Hukum yang benar seperti waktu zamannnya Bung Karno, hukum itu dijalankan lebih bijak dan beradab," ujar Sukmawati.

Fadli Zon yang juga turut dalam diskusi itu segera memberikan tanggapan atas ucapan dari Sukmawati. Menurutnya, pada zaman Bung Karno berkuasa ada satu tindakan yang cukup represif termasuk kepada partai, yakni Masyumi dan PSI.

"Masyumi dan PSI juga dibubarkan dengan begitu cepat tanpa suatu proses melalui penetapan Presiden tahun 1960," kata Fadli.

Kemudian, lanjut dia, banyak tokoh-tokoh pejuang yang ditangkap antara lain Buya Hamka, dipenjara 2,5 tahun tanpa melalui suatu proses pengadilan, Mochtar Lubis ditangkap dan dipenjarakan sekitar 10 tahun. Lalu, Kasman Singodimejo, Prawoto Mangkusasmito.

"Dan ini sejarah, fakta sejarah. Artinya, kalau kita mau cari titik lemah dan titik ini, Orde Lama pasti ada kelemahan, Orde Baru juga pasti ada kelemahan," tutur Fadli yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua DPR. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya