Pemerintah Diminta Jaga 122 Kuburan Massal Korban 1965

Salah satu kuburan massal diduga korban tragedi pembantaian saat tahun 1965 di Semarang, Jawa Tengah.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Dwi Royanto

VIVA.co.id – Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan (YPKP) 1965, Bedjo Untung, berharap Pemerintah ikut menjaga 122 titik tempat kuburan massal yang ditemukan YPKP. Hal itu dinilai diperlukan, agar tak dirusak oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Dua Tuntutan Korban Tragedi 1965

"Ada satu hal yang sangat penting yang harus saya sampaikan, dengan adanya lokasi kuburan massal itu, supaya Pemerintah ikut menjaga dan merawat. Jangan sampai masalah itu akhirnya coba dihilangkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, contohnya orang-orang Orde Baru," ujar Bedjo dihubungi, Jumat, 6 Mei 2016.

Bedjo berujar, 122 titik lokasi kuburan massal tersebut tersebar di wilayah Pulau Jawa dan Sumatera. Kini, lokasi itu juga sudah bukan menjadi rahasia publik lagi, karena banyak masyarakat setempat yang sudah tahu.

Kuburan Massal Tragedi 1965 juga Ditemukan di Jawa Barat

"Bahkan di sana ada bumbu-bumbu cerita-cerita mistis. Seperti ada orang lewat, dan macam-macamlah," ungkap dia.

Menurut Bedjo, lokasi kuburan massal itu saat ini masih utuh, ada yang di pekarangan, hutan dan bahkan ada yang di pinggir jalan.  "Jadi tidak ada masalah. Ada memang, kuburan massal yang sudah berubah fungsi menjadi mal. Di Pekalongan menjadi perumahan. Tapi masih banyak yang belum," ujar dia.

Korban Tragedi 65 Kecewa dengan Sikap Komnas HAM

Karena itu, dirinya khawatir, dengan diketahuinya lokasi tempat kuburan massal, akan ada pihak-pihak yang tidak senang mencoba menghilangkan jejak.

"Ada pihak-pihak yang tidak senang terhadap yang belum terungkap ini, akan mencoba menghilangkan jejak. Tapi ini akan menjadi bumerang, mereka akan ketahuan boroknya. Kami yang ingin membongkar kebenaran, mereka justru menggelapkan," tegas dia.

Bedjo juga mengungkapkan, tidak ada pengamanan khusus atas kuburan massal tersebut saat ini. YPKP setempat, kata dia, hanya menjaga dan terus memantau agar tidak terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan.

"Kuburan kan sifatnya hanya sebagai penghormatan saja, seperti itu. Bahkan mereka ada yang sering menaburkan bunga. Seperti di Boyolali, bahkan sudah ada inisiatif warga yang membuat nisan," terang dia.

Pemerintah, kata Bedjo diharapkan bisa memfasilitasi dan memanusiakan korban-korban yang kuburan massalnya berserakan di berbagai tempat, sesuai dengan asalnya masing-masing.

"Itu harus dipindahkan, dengan upacara keagamaan masing-masing. Bagi keluarga yang ditemukan dicatat dan masuk ke dalam satu museum," terang dia.

Bedjo juga menambahkan, selain 122 titik lokasi kuburan massal tersebut yang tersebar di wilayah Jawa dan Sumatera. Ada juga titik-titik lokasi kuburan massal yang belum sempat terdata seperti di Bali, Kalimantan, Sulawesi.

"Jadi ini masih di Sumatera dan Jawa, itu pun belum semuanya. Jadi saya melakukan ini saya kira baru dua persen. Dua persen sudah ada sebanyak 122 titik dan korban yang ada di dalamnya, saya tulis rinci itu, ada 13.999 korban. Ada yang ada namanya, ada juga yang tidak," ungkap Bedjo.

Saat ini, pihaknya telah menyerahkan 122 kuburan massal temuan YPKP 1965 kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Alasannya, Bedjo menilai, Komnas HAM merupakan instansi yang dianggap kompeten menangani soal pelanggaran hak asasi manusia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya