Supriyanto, Anak Rimba Jambi yang Ingin Jadi Polisi

Supriyanto, Anak Rimba Jambi yang Ingin Jadi Polisi
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ramond EPU

VIVA.co.id - Supriyanto atau yang kerap disapa Bujang, anak Rimba di Jambi, mencoba peruntungan mengikuti seleksi penerimaan Polri tahun 2016. Pemuda yang biasa hidup di hutan itu bertekad mengikuti setiap tahapan seleksi hingga akhir nanti.

Kisah Warga Pedalaman Jambi Mengadu ke Pangeran Charles

“Semoga mendapat hasil terbaik,” ujar Bujang yang merupakan anak bungsu dari empat bersaudara itu kepada wartawan di Sarolangun, Jambi, pada Rabu, 27 April 2016. 

Menurut Bujang, keinginan untuk menjadi polisi timbul karena ingin berbakti kepada bangsa dan negara sekaligus kalau nanti berhasil akan menjadi contoh bagi Orang Rimba lain untuk meneruskan pendidikan.

Diusir dari Rumah Sakit, Suku Anak Dalam Hidup di Jalan

“Bagi kami, Orang Rimba, sekolah belum terlalu banyak yang mengikuti, padahal sekolah itu penting untuk kehidupan masa depan kami. Kalau saya lulus nanti mudah-mudahan bisa menjadi contoh bagi anak-anak rimba lain,” katanya.

Dikatakannya untuk bersekolah yang paling utama adalah semangat dan ketekunan. “Kalau kita berusaha dengan baik, mudah-mudahan juga bisa mendapatkan hasil yang baik,” kata pemuda kelahiran 25 November 1995 itu. 

Suku Anak Dalam dan Petani Jambi Jalan Kaki ke Istana Negara

Dia bercita-cita jika lulus nanti dan ditempatkan di komunitas Orang Rimba, ia berharap bisa memberikan penyuluhan hukum bagi komunitasnya. Hal itu tentu sangat beralasan mengingat sejauh ini masih banyak Orang Rimba yang belum paham dengan aturan-aturan hukum.

Berbekal semangat dan keyakinan yang kuat, Bujang melengkapi semua persyaratan dan mendaftar di Polres Sarolangun. Menurutnya, dengan status Orang Rimba yang disandangnya menjadikan kebanggaan tersendiri kala ia mengurus semua persyaratan yang diperlukan. 

“Kalau saya sebut suku Orang Rimba, mereka melayani dengan baik. Alhamdulillah, semuanya berjalan baik,” ujar Supri ketika dihubungi tengah melegalisasi Kartu Keluarga di Dinas Catatan Sipil Sarolangun. 

Fasih bahasa Jawa

Bujang adalah putra bungsu dari Sargawi, yang juga pimpinan kelompok Orang Rimba dan bermukim di perkebunan sawit Kresna Duta Agroindo, perkebunan sawit Grup Sinar Mas. Di perkebunan ini terdapat 17 kepala keluarga Orang Rimba, tepat di batas antara kebun inti dan plasma perusahaan. 

Sebagian anggota kelompok ada yang bermukim di dalam kebun inti. Tempat tinggal kelompok itu dahulu adalah tempat tinggal Orang Rimba, kala perusahaan dibangun didatangkan pekerja dari Jawa, lama kelamaan daerah itu semakin berkembang dan kini menjadi RT 18 Desa Tanjung, Kecamatan Batin VIII, Sarolangun. 

Bujang selama bersekolah mengikuti jenjang pendidikan formal bergabung dengan anak-anak Sidodadi, yang merupakan keturunan Jawa. Dengan pergaulan itu, Bujang cukup fasih berbahasa Jawa. Bahkan nama yang digunakannya pun adalah pemberian orang tua angkat bapaknya yang berasal dari Jawa.

Selama pendidikan, Bujang mengaku sangat menyenangkan, karena ia diterima dengan baik di lingkungannya. Masalah yang dihadapinya adalah keterkaitan dengan pembiayaan. Sebagai Orang Rimba, pekerjaan utama orang tuanya adalah berburu. Hasil buruan kemudian dijual dan itu yang menjadi biaya sehari-hari keluarganya. 

“Kalau buruan lagi banyak, kami memiliki biaya untuk hidup. Tetapi kalau lagi sulit, ya, susah juga memenuhi kebutuhan. Untungnya ketika sudah di SMK, keperluan sekolah saya banyak dibantu oleh Warsi (Komunitas Konservasi Indonesia Warsi). Termasuk membantu proses pendaftaran dan perlengkapan syarat mendaftar polisi,” ujarnya.

Kini Bujang di antara waktunya menyiapkan bahan dan mengikuti tahapan seleksi, masih aktif membantu kegiatan orang tuanya. “Kadang kala saya juga ikut berburu, motong karet atau pun memanen sawit,” katanya.

Pekerjaan itu dilakoninya untuk membantu orang tuanya yang semakin hari beranjak tua. “Kasihan kalau mengandalkan Bapak terus. Makanya kalau luang, saya bantu Bapak untuk mengerjakan yang bisa saya bantu,” ujar alumnus SMK 2 Merangin itu. 

Perjuangan Bujang untuk menjadi berhasil tentulah sebuah usaha yang tidak mudah, mengingat animo masyarakat umum untuk menjadi aparat penegak hukum juga sangat tinggi. Namun dia tidak khawatir kalah bersaing.

Perbedaan budaya

Shasa Chanina, Koordinator unit Pendidikan Komunitas Konservasi Indonesia Warsi, menyebutkan bahwa langkah Bujang untuk ikut seleksi itu diharapkan mendapat dukungan dari semua pihak. “Selama ini masih sangat sedikit anak Rimba yang meneruskan pendidikan mereka," katanya. 

Ada perbedaan budaya yang sangat mencolok dengan masyarakat di sekitarnya, juga masalah biaya hingga masalah sosial yang biasanya menyebabkan Orang Rimba mundur teratur dalam persaingan mendapatkan pendidikan yang terbaik.

Bersekolah, apalagi masuk ke dalam struktur aparatur negara, merupakan hal yang langka bagi Orang Rimba. Hingga kini, dari 3.600 jiwa Orang Rimba di Jambi, belum ada yang tercatat sebagai aparat hukum. Kehidupan Orang Rimba terjepit di antara perubahan tempat hidup mereka. 

Berbaur dengan sistem sosial di sekitar mereka adalah pilihan yang arus diambil Orang Rimba yang sudah kehilangan hutannya, guna menjaga kelangsungan hidup mereka. Termasuk dengan bersekolah, suatu kegiatan yang sangat tabu di generasi sebelum Bujang.

Kepala Polres Sarolangun, AKBP Budiman, mengaku senang ada anak Rimba Jambi yang turut berpartisipasi mendaftarkan diri untuk masuk menjadi anggota Polri. "Dengan Supri mendaftar menjadi anggota Polri, semoga diikuti anak Rimba yang lain," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya