Kenapa Banyak Negara Islam Gagal?

Ilustrasi imigran
Sumber :
  • REUTERS/Marko Djurica

VIVA.co.id – Negara-negara Islam di Timur Tengah, saat ini tengah dilanda krisis dan konflik berkepanjangan. Seakan tak tampak lagi wajah Islam yang santun dan berkeadaban. Hari-hari selalu dihiasi dengan perang, pembunuhan, dan tragedi. Ini menunjukkan model keberagamaan Islam dan sistem yang dibangun di sana tak mampu menjawab tantangan sosial, ekonomi, dan politik yang terjadi.

GP Ansor Ungkap Makna Gowes 90 KM, Simbol Perjuangan Menuju Indonesia Emas 2045

“Lain halnya dengan Indonesia. Negeri yang berpenghuni muslim terbesar di dunia ini, jauh lebih mampu mengamalkan ajaran Islam dengan baik, dengan memasukkan nilai-nilai ajaran Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” kata KH Wahfiuddin Sakam, saat menyampaikan tausiyah usai pelantikan pengurus Mahasiswa Ahli al-Thariqah al-Mu’tabarah al-Nahdliyah (Matan) Cabang Ciputat dan Komisariat UI, IPB, UNU Indonesia, UNJ, dan STIKIP Kusuma Negara, Jakarta, Selasa 12 April 2016..

Mengapa ini bisa terjadi? Kiai Wahfi menjelaskan, karena umat Islam Indonesia mampu menerapkan tiga pilar ajaran Islam, yaitu Iman, Islam, dan Ihsan. Ia mengibaratkan tiga pilar itu ibarat tripod yang mampu menyanggah dan tegak dengan gagah. Bila salah satu pilarnya tak lurus, maka tripod tersebut akan roboh dan tak mampu menyanggah beban.

Pendeta Gilbert Olok-olok Salat dan Zakat, PBNU: Kami Umat Islam Diajarkan untuk Menahan Emosi

Tiga pilar itu jika diterjemahkan secara sederhana berarti aqidah (iman), syariah (Islam), dan tasawuf (ihsan). Ketiga pilar ini tidak bisa dipisah-pisah, tetapi harus menyatu dan berdiri kokoh dalam diri seorang muslim. Hal ini sebagaimana tercermin dalam sejarah kejayaan Islam di masa lalu.

“Ketika saya melakukan ekspedisi napak tilas kejayaan Islam di Eropa dan Timur Tengah, saya datang ke makam-makan ulama besar dan pemikir di sana, ternyata mereka semua adalah orang sufi mengamal tarekat,” terang Kiai Wafi yang juga Mudir Jamiyah Ahli al-Thariqah al-Mu’tabarah al-Nahdliyah DKI Jakarta.

Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor yang Jadi Tersangka Korupsi Pemotongan Insentif

Kebesaran Islam di Indonesia, juga tak lepas dari guru-guru mursyid Tarekat. Syeikh Nawawi al-Bantani, Syekh Yasin al-Padani, Syeikh Khotib Sambas, Syeikh Nuruddin ar-Raniri, Syeikh Abdussamad al-Palimbangi, dan para wali penyebar Islam di Jawa, semuanya adalah muslim pengamal tarekat. Karena itu, Islam yang mereka ajarkan di Indonesia, tidak hanya menggunakan pendekatan fikih-formalistik yang cederung hitam-putih, tetapi juga memperkuat ajaran Islam yang santun, ramah, dan toleran terhadap perbedaan.

NKRI adalah bukti nyata buah karya ulama ahli tarekat yang mampu memadupadankan ajaran Islam dalam konteks berbangsa dan bernegara. Untuk itu, supaya tiga pilar tadi dapat berdiri dengan kokoh, ajaran tarekat tidak hanya dilakukan oleh generasi tua, tetapi juga harus diamalkan oleh generasi muda, yaitu para mahasiswa. Ini penting, karena korupsi dan kolusi yang memporkak-porandakan negeri ini dilakukan oleh para pejabat, yang mereka semua adalah mantan mahasiswa.

“Untuk itu, organisasi Matan hadir di tengah-tengah kampus untuk menanamkan amalan tarekat, agar generasi muda Indoesia tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter Iman, Islam, dan Ihsan,” kata Kiai Wahfi.

Bila sejak mahasiswa menjadi pengamal tarekat, mereka akan tumbuh dengan kemampuan intelektual dan spiritual yang handal. Dengan begitu, mereka akan mampu menahkodai NKRI ke arah yang jauh lebih baik serta membawa ramhat dan kemaslahatan bagi manusia di dunia. (asp)
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya