Ketua KPK: Awasi Hakim Tipikor

Ketua KPK Agus Rahardjo
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo menyatakan, upaya pengungkapan kasus korupsi yang dilakukan lembaganya, terkadang tidak sebanding dengan hukuman yang dijatuhkan hakim di pengadilan. Masih banyak terdakwa korupsi divonis ringan.

Eks Ketua KPK Agus Rahardjo Ditunjuk Jadi Penasihat Ahli Kapolri

"Kalau saya, koruptor harus dihukum berat. Tetapi, belakangan banyak dihukum rendah. Saya kira perlu diawasi juga, karena dalam beberapa kasus terjadi komunikasi antara yang disidang dengan penegak hukumnya, dalam hal ini hakim," kata Agus di kampus ITS Surabaya, Jawa Timur, Sabtu 2 April 2016.

Agus mengakui, hukuman yang diterima koruptor saat ini belum sepenuhnya memiliki efek jera. Untuk itu pula, korupsi masih terjadi. Sebetulnya, di dalam UU Tindak Pidana Korupsi juga mengatur ancaman hukuman berat, tetapi belum diterapkan.

Transisi Status ASN di KPK Dimulai, Tiga Pegawai Malah Pilih Mundur

"Ancaman hukuman mati juga diatur," ucapnya.

Namun, terang Agus, penerapan hukuman mati bagi terdakwa korupsi tidak serta merta bisa diterapkan. Alasannya, perlu ada pertimbangan khusus, seperti nilai uang yang dikorupsi besar.

UU Baru, Agus Rahardjo Berharap Firli Cs Fokus Tangani Kasus Besar

"Atau, misalnya korupsi terkait bantuan bencana. Sudah jadi korban bencana, bantuan dari pemerintah dikorupsi. Kasus seperti ini, mungkin perlu ancaman mati," tuturnya.

Agus juga meminta masyarakat ikut memberikan sanksi secara moral kepada koruptor. Dia melihat, masyarakat cuek dengan koruptor, apalagi si koruptor tetap memiliki harta melimpah meski sudah dihukum dan kekayaannya disita penegak hukum.

"Saya pikir, perlu sanksi dari masyarakat," ucapnya.

Selain soal efek jera karena hukuman ringan, Agus juga mengatakan, upaya melemahkan tugas pemberantasan korupsi juga bisa timbul dari Revisi UU Tipikor di legislatif.

"Saya akui, UU Korupsi yang ada belum sempurna, perlu ada penyempurnaan beberapa pasal. Tetapi, bukan pasal yang jadi polemik di DPR itu yang perlu diubah," ujarnya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya