Danrem Korban Heli TNI Jatuh Usulkan Santoso Diampuni

Aparat dibantu warga mengevakuasi korban kecelakaan helikopter TNI Angkatan Darat di Poso, Sulawesi Tengah, pada Minggu, 20 Maret 2016.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Mitha Meinansi
VIVA.co.id - Satu di antara 13 korban meninggal dunia dalam kecelakaan helikopter TNI di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, adalah Kolonel Infanteri Syaiful Anwar. Almarhum menjabat Komandan Komando Resor Militer (Korem) 132/Tadulako yang berkedudukan di Palu, Sulawesi Tengah.
Tiga Menyerah, Kelompok Santoso Tersisa 16 Orang
 
Mendiang Syaiful Anwar dikenal sebagai tentara yang humanis. Dia sejak lama menginginkan konflik di Poso diselesaikan dengan cara damai, bukan dengan pendekatan militer. Ia, bahkan pernah mengusulkan agar Santoso, alias Abu Wardah, pemimpin kelompok teroris yang berbasis di Poso, diampuni negara, sebagai salah satu cara penyelesaian damai konflik di sana.
Polisi: Moril Kelompok Santoso Mulai Jatuh
 
Siane Indriyani, komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), mengaku pernah berdiskusi informal dengan Syaiful Anwar, yang kemudian tercetuslah gagasan agar negara mengampuni Santoso dan kelompoknya.
Satgas Tinombala Tetap Tunggu Kelompok Santoso Turun Gunung
 
“Syaiful Anwar malah mengusulkan perlunya amnesti untuk Santoso cs (dan para pengikutnya), karena mereka ini adalah residu konflik masa lalu, yang kemudian salah penanganan,” kata Siane melalui keterangan tertulis kepada VIVA.co.id pada Senin 21 Maret 2016.
 
Siane menjelaskan bahwa TNI sebenarnya sudah melakukan upaya-upaya persuasif dan bukan pendekatan militeristik untuk menyelesaikan konflik Poso. Satu di antaranya adalah membukan lahan sawah untuk masyarakat di Tamanjeka, Kecamatan Poso Pesisir, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah.
 
Tamanjeka, katanya, dikenal sebagai wilayah rawan, tetapi memang minim infrastruktur yang memadai. Masih banyak jalan berbatu dan tak bisa dilewati mobil biasa.
 
TNI juga banyak melakukan upaya persuasif terhadap keluarga sejumlah buronan pengikut Santoso, demi menghindarkan dendam yang melestarikan konflik. Alasannya, konflik di Poso telah berlangsung tiada henti selama 17 tahun.
 
“Salah satu DPO (daftar pencarian orang/buronan) bernama Eno, bahkan telah kembali ke masyarakat setelah dibina TNI di Poso,” kata Siane.
 
Dia sependapat dengan pendekatan persuasif untuk menyelesaikan konflik Poso. “(Komnas HAM) sebagai pihak yang juga mendorong penyelesaian (konflik) Poso secara lebih persuasif dan komprehensif, yang dibutuhkan di Poso bukan kekerasan, tetapi keadilan ekonomi, hukum, dan pendekatan budaya.” (asp)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya