MUI Kritik Perayaan Festival Gerhana Ada Unsur Syirik

Petugas melakukan uji coba peralatan teleskop yang akan digunakan untuk mengamati gerhana matahari (GMT) di Observatorium Ilmu Falak Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Medan, Sumut, Senin (7/3)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Septianda Perdana

VIVA.co.id - Sehari menjelang festival Gerhana Matahari Total (GMT) yang berlangsung di Palembang, Sumatera Selatan, ternyata mendapat protes keras dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumsel.

Sebab, pada acara festival GMT nanti, beberapa budaya luar Bumi Sriwijaya, seperti tari ogoh-ogoh khas Bali, tradisi ruwatan, tuah Sungai Musi, dan tarian Dewi Kwan Im menjadi polemik oleh pihak MUI.

Ketua MUI Sumsel, Sodikun, mengatakan, pada saat GMT nanti semestinya pemerintah Provinsi Sumsel lebih fokus melakukan salat gerhana matahari tanpa diselingi dengan aktivitas lain. Terutama menampilkan budaya lain.

"Semestinya, harus dilakukan salat gerhana Matahari saja. Jangan yang lain. Ogoh-ogoh itu tidak usah diadakan, kalaupun mau diadakan untuk perayaan Nyepi, harus di daerah yang banyak umat Hindu, seperti perbatasan Sumsel dan Lampung.  Begitu juga ruwatan Jawa dan Dewi Kwan Im," tegas Sodikun, Senin 7 Maret 2016.

Dijelaskan Sodikun, semestinya pada saat GMT, hanya dilakukan salat sunnah berjamaah dan tidak dibarengi dengan kegiatan lainnya.

"Apalagi mengandung syirik, bertentangan dengan agama dan kultur Indonesia. Kami mendukung kegiatan pemerintah, tapi jangan digelar tanggal 9 Maret 2016. Pelaksanaannya jangan tanggal 9 Maret, diundur atau dimajukan,” katanya.

Selama menetapkan kebijakan pelaksanaan Festival GMT di Palembang, Pemerintah Provinsi Sumsel, Dinas Budaya dan Pariwisata memang tidak mengajak MUI Sumsel untuk berdiskusi soal festival tersebut. Sehingga, apabila hal tersebut tetap dilakukan, MUI Sumsel mencetuskan akan berpotensi menjadi akar konflik antaragama.

Sementara, Ketua Komisi Informasi MUI Sumsel, Umar Syaid, menyebutkan, jika acara ruwatan dan tari ogoh-ogoh dilakukan, berdampak pada citra budaya Sumsel sampai ke luar negeri akan berubah.

"Jadi, kesan yang ditangkap media asing, di Sumsel ada Dewi Kwan Im dan ruwatan Sungai Musi. Citranya sampai ke luar negeri, ini memalukan. Kita akan kualat, karena wilayah Plasa BKB identik dengan Sultan Mahmud Badaruddin II. Betapa marahnya SMB II, ketika wilayah teritorial bentengnya digelar kegiatan syirik. Padahal, dia memperjuangkan agama Islam hingga ada Palembang Darussalam,” ucapnya.

Terpisah, Richard Cahyadi, Kepala Kesbangpol Sumsel, mengatakan bahwa pihaknya masih membahas dan mengevaluasi kegiatan Festival GMT yang akan digelar tersebut.

"Ada 12 titik penyelenggaraan, salah satunya di Sumsel. Di sini terkenal dengan kerukunan umat beragama, jadi harus saling toleransi. Pemprov Sumsel sedang membahas susunan kegiatan Festival GMT agar bisa menonjolkan kearifan Sumsel,” ujarnya.
 
Richard menegaskan bahwa perayaan Hari Nyepi kebetulan bertepatan dengan GMT, sehingga budaya umat Hindu tersebut yang sering ditonjolkan. Pihaknya berharap agar setiap kegiatan yang digelar tidak mengganggu satu sama lain.

"Hanya kebetulan saja, waktunya bertepatan. Jadi bukan masuk dalam rundown acara," tutupnya. (one)

Rayakan GMT, Wali Kota Jambi Salat Gerhana
 Detik-detik gerhana matahari total di atas perairan Belitung, Rabu 9 maret 2016.

Euforia Gerhana Matahari Total

GMT diperkirakan terjadi lagi pada 2023 dan 2042.

img_title
VIVA.co.id
10 Maret 2016