Siswa SD Dibiarkan Mencoblos, KPU Teluk Bintuni Digugat

Sumber :
  • VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi
VIVA.co.id
PDIP Masih Cari Momentum Baik untuk Umumkan Cagub DKI
- Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pilkada Teluk Bintuni dianggap tak valid. Saking kacaunya,  siswa sekolah dasar kedapatan ikut mencoblos dalam pilkada serentak 9 Desember 2015 lalu. Akibatnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Ahok Tak Sudi Disebut Petugas Partai
Penggugat KPU Teluk Bintuni adalah pasangan calon (paslon) nomor urut 1, Agustinus Manibuy dan Rahman Urbun. Kuasa hukum keduanya, Ratna Ida Silalahi mengatakan KPU menetapkan DPT pada 2 Oktober 2015 sebanyak 50.731 pemilih. Tapi pada website jumlah DPT berubah menjadi 50.705 pemilih. 

KPUD DKI Akui Syarat Jalur Independen Sulit
"Rekapan DPT yang dikeluarkan KPU ditentang tim sukses paslon Agustinus dan Rahman. Sebab masih terdapat nama dan Nomor Induk Kependudukan ganda, pemilih yang sudah meninggal, dan anak-anak di bawah umur terdaftar sebagai pemilih," ujar Ratna dalam sidang perselisihan hasil pilkada di Gedung MK, Jakarta, Senin 11 Januari 2016.

Karena tak validnya DPT, KPU diminta untuk melakukan penyempurnaan data pemilih. Meski belum melakukan perbaikan, KPU ternyata malah mengeluarkan form DPTB-i (perbaikan DPT). 

Panitia pengawas (panwas) pun menemukan bahwa DPTB-i tersebut belum diperbaiki dan merekomendasikan perbaikan tapi tak ditanggapi. Tak hanya sekali, Panwas juga memberikan sejumlah rekomendasi lainnya sebelum pilkada pada 9 Desember 2015. 

"KPU hanya mengoreksi pada 2 Distrik yang melingkupi 5 Tempat Pemungutan Suara (TPS) tanpa melalui pleno dan tanpa tandatangan para komisioner KPU. Hingga 9 Desember 2015, KPU belum melakukan pleno terhadap DPT," kata Ratna.

Selanjutnya, pada saat hari pemilihan, permasalahan-permasalahan muncul akibat tak validnya DPT. Misalnya pada TPS Taroi di Distrik Tom. Pada Distrik ini, KPU membiarkan anak-abak di bawah umur ikut memilih. Anak-anak tersebut pun diarahkan untuk memilih paslon nomor urut 2 Petrus Kasiuw dan Matret Kokop. 

"Anak-anak yang bisa dikatakan mereka masih sekolah dasar dibiarkan mencoblos," kata Ratna.

Atas persoalan ini ia meminta MK menyatakan perbuatan KPU melanggar undang-undang dan menggugurkan pasangan calon dukungan KPU.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya