Ini Buku Bupati Dedi yang Dianggap Nistakan Agama oleh FPI

Buku Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi
Sumber :
  • tvOne / Jay Ajang Bram

VIVA.co.id - Serangan terhadap Bupati Purwakarta, Jawa Barat, Dedi Mulyadi Terus dilancarkan Front Pembela Islam (FPI).

PPATK Siap Telisik Dugaan Aliran Dana Demo 4 November

Majelis Majhadus Solihin, didampingi Pimpinan Daerah Front Pembela Islam (FPI) Jawa Barat, melaporkan Dedi Mulyadi atas kasus penistaan agama ke Mapolda Jawa Barat.

Salah satu tudingan terhadap Dedi berdasarkan pada buku biografi Dedi Mulyadi, yang berjudul "Kang Dedi Menyapa Jilid 2". Terdiri di dua halaman isi dari buku itu. Masing-masing halaman 192 dan 203.

Berikut sebagian kutipan yang ada di halaman buku "Kang Dedi Menyapa Jilid 2".

Di halaman 192: Dedi berbicara tentang tentang perempuan. Dedi meminta mereka mempelajari dua bahasa, yaitu bahasa Sunda dan bahasa Inggris, untuk membangun karakter masa depan, agar memiliki akar-akar kebudayaannya.

Bahasa adalah kekuatan kebudayaan. "Saya katakan sulit orang Indonesia mengidentifikasi dirinya dari sisi sosial kultur kebudayaan ideologis kalau dia tidak mengenal bahasa ibunya," tulis Dedi dalam bukunya.

Lalu di paragrap kedua, Dedi berbicara tentang Pancasila: Ketika bicara Pancasila, maka bicara Ketuhanan Yang Maha Esa, keragaman berketuhanan. Kemudian kita bicara esensi manusia, bicara esensi kemanusiaan maka kita bicara latar belakang kita dari mana, apakah kita orang Sunda, Jawa, Ambon, Manado, dan lain-lain. Orang manapun kita, tapi kita memiliki garis ideologi sebagai pembentukan karakter kemanusiaan dan termasuk prinsip-prinsip kehidupan.

Para Pedagang Makanan Untung 'Diserbu' Pendemo

Paragraf kedua di halaman itu yang menjadi bahan FPI atas laporannya ke Mapolda Jabar, untuk melaporkan Dedi Mulyadi sebagai orang yang menistakan agama.

Kemudian halaman lain yang dianggap sebagai penistaan agama oleh kelompok FPI ada di halaman 203. Lalu apa isi dan perkataan Dedi yang dianggap menistakan agama, berikut kutipannya.

Dalam halaman itu, Dedi Mulyadi menggambarkan kisah dan perjalanan Rasulullah Muhamad SAW, yang seharusnya menjadi inspirasi bagi anak-anak sekarang. Isi halaman ini merupakan sambungan dari pembahasan di halaman sebelumnya:

Anak-anak sekarang ini badannya sehat, ngomongnya pinter, bacanya norolong luar biasa, ngitung matematikanya lebih pintar daripada kita. Tapi mentalnya lemah, mudah menyerah, tidak bisa menyelesaikan masalah sendiri, tergantung sama mamah papahnya, makan kadang harus disuapin. Anak usia kelas enam SD tidak bisa menanak nasi, tidak mengerti sayur asem, tidak mengerti sambel beledag, tidak mengerti oseng tempe. Yang dia tahu hanya ceplok telor sama mie rebus. Kalau seperti ini maka kita lemah.

Nah, inilah prinsip yang di luar alam pendidikan. Allah memahami Rasulullah sebagai kekasihnya tetapi perlakuan Allah terhadap Rasulullah justru mendidiknya dan membiarkan Rasulullah sengsara.

FPI Siap Penuhi Makanan Demonstran Hingga Malam Hari

Lahir sebagai anak yatim besar sedikit enggak ada ibunya, kemudian tinggal di pamannya jadi penggembala, besar sedikit dia menjadi pedagang menjual dagangan orang lain.

Di usia 40 untuk mendapatkan wahyu susah dapetnya, harus bertapa dulu. Jadi kalau melihat perjalanan Rasulullah untuk mendapatkan gagasan dan wahyu harus bertapa, maka pendidikan kontemplatif ketika anak usia dewas wajib hukumnya.

Maka dimulai usia remaja atau usia SMP kelas 3 anak itu harus mulai belajar Puasa Senin Kemis, SMA juga begitu. Baru dia nanti akan bisa mencapai puncak kontemplatif di usia 40 tahun kenapa itu tidak bisa mendadak.

Sementara, atas tudingan telah menistakan agama dengan isi buku tersebut, Dedi enggan mengomentarinya. Dedi menyebutkan jika dalam buku tersebut hanya berbicara motivasi.


"Enggak ada apa-apa, baca saja. Isinya berbicara motivasi," kata Dedi. (ase)


Laporan: Jay Ajang Bram

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya