Cerita Bung Karno yang Tak Mempan Ditembak Tentara NICA

Presiden pertama RI, Soekarno
Sumber :
  • VIVA.co.id/Dody Handoko

VIVA.co.id - Proklamasi 17 Agustus 1945, adalah awal dari suatu babak revolusi bersenjata. Sebuah babak baru brutalisme. Kebrutalan tentara Sekutu yang hendak menjajah kembali. Aksi teror, pembunuhan, bahkan penganiayaan kejam terjadi hampir setiap hari.

Tentara NICA bisa dengan ngawur memuntahkan peluru ke warga sipil tak berdosa di tengah kota Jakarta. Kali lain, mereka menggedor, menyeret seisi rumah, dan mengeksekusinya tanpa ampun.

Tidak jarang, tentara NICA masuk gerbong-gerbong trem dan kereta api, menjarah dan merampok warga sipil. Itu semua dalam rangka mematahkan semangat perlawanan bangsa yang baru saja merdeka.

Presiden pertama Indonesia, Soekarno alias Bung karno ialah orang yang paling diincar. Tentara Sekutu pimpinan Inggris menyebar pasukan elite untuk menangkap hidup-hidup Soekarno.

Curahan Hati Bung Karno yang Jadi Sasaran Pembunuh

Ia harus diadili sebagai penjahat perang, dan kolaborator Jepang. Sementara, tentara Belanda lebih sadis, “Bunuh Soekarno, di mana pun kelihatan!”

Alhasil, Soekarno pada akhir tahun 1945, masuk-keluar rumah sahabat, lewat jalan-jalan bersemak belukar, menjauh sejauh mungkin dari jalan raya, menghindar sejauh mungkin dari tangkapan mata NICA.

Tak jarang, Bung Karno menyamar dengan berpakaian surjan Jawa, berblangkon pula. Kala lain, ia menyamar sebagai rakyat miskin yang berjalan dengan gaya terpincang-pincang.

Sekalipun begitu, sebelum fajar merekah, Bung Karno sudah harus berada di Pegangsaan Timur 56, kembali sebagai Presiden Republik Indonesia. Nanti, saat matahari terbenam, ia kembali menyamar dan menuju kediaman sahabat yang lain lagi untuk bersembunyi dari buruan NICA.

Dalam penuturannya kepada Cindy Adams di buku "Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia", pernah satu kali rumah persembunyiannya tercium NICA.

Tak ayal, rumah itu pun diberondong tembakan membabi buta. Soekarno yang kebetulan tidur meringkuk dalam tikar di ubin yang lembab, lolos. Si tuan rumah, segera melarikan Bung Karno dari pintu samping, menghilang di kegelapan.

Paginya, ia sudah berada di Pegangsaan Timur, memimpin sidang-sidang kabinet serta rapat-rapat darurat. Mengatur jalannya Republik. Begitulah yang dilakukan Soekarno berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan, sebelum akhirnya “hijrah” ke Yogyakarta.

Di buku Total Bung Karno karya Roso Daras diceritakan, ada satu peristiwa di antara masa itu, yakni ketika Bung Karno dan Bung Hatta memimpin rapat kabinet, membahas situasi Ibukota yang makin runyam, serta ulah tentara Sekutu yang makin ngawur. Rapat berlangsung serius, intens, hingga larut malam.

Rapat berlangsung tanpa hidangan roti ataupun secangkir kopi. Waktu itu, Presiden belum digaji. Para menteri belum bergaji. Sejauh ini, mereka hidup secara gotong-royong. Para simpatisan kemerdekaan yang hidup berkecukupan, akan menyokong kebutuhan mereka.

Akan tetapi, jika tidak ada yang menghubungkan antara kebutuhan dan bantuan simpatisan, maka sama artinya tak ada bantuan. Itu dipahami benar oleh Tukimin.

Tukimin adalah pembantu Bung Karno yang setia. Ia membantu, mengawal, tak jarang menjadi sopir Presiden. Nah, demi melihat tuannya rapat tanpa kopi dan sepotong roti, ia berinisiatif mencari bantuan.

Menguak Ambisi Bung Karno Bangun Gedung Sarinah

Tanpa izin formal, Tukimin segera keluar Pegangsaan Timur membawa mobil Bung Karno. Satu tujuannya: hendak mencarikan bantuan kopi dan makanan untuk rapat darurat malam itu.

Setelah mobil keluar halaman Pegangsaan Timur, pasukan berani mati segera menutup jalan masuk, dan  berjaga-jaga dari kemungkinan sergapan musuh. Pasukan berani mati itulah perisai hidup yang menyediakan tubuhnya untuk melindungi Bung Karno dan para pemimpin negeri ini.

Rupanya, begitu “Mobil Soekarno” keluar dari Pegangsaan, para intel NICA langsung mengabarkan kepada markas besar mereka. Sebuah truk NICA dengan sengaja ditubrukkan ke mobil yang dikendarai Tukimin, dengan satu asumsi, di dalamnya terdapat Soekarno.

Mobil itu hancur. Kalau Sukarno ada di dalamnya, tentu hancur pula. Sekelompok pemuda segera datang dan membawanya ke rumah sakit.

Hasto Datangi KPK

Peran Penting Kerajaan Kotawaringin Bagi Kemerdekaan RI

Kerajaan Kotawaringin merupakan cikal bakal Provinsi Kalteng.

img_title
VIVA.co.id
20 Januari 2016