Kehebatan Pasukan Penjaga Gambut dari Tanah Borneo

Relawan penjaga hutan gambut
Sumber :
  • VIVA.co.id/Facebook

VIVA.co.id - Seperti apa pun cara memadamkan api, sumber air tetap menjadi hal utama yang harus disiapkan. Beribu relawan sekali pun, tanpa ada air, akan sia-sia saat melakukan pemadaman kebakaran di hutan.

Hal inilah yang digagas oleh Sekolah Relawan di Kalimantan Tengah. Dalam diam dan pekatnya asap, pasukan ini menembus kabut 'jerebu'.

Puluhan kilometer pun ditempuh dengan berjalan kaki. Dengan membawa serta peralatan bor nan berat, pasukan ini bertaruh nyawa dalam api dan asap.

Pasukan penjaga gambut ini percaya, penyediaan sumur bor menjadi alternatif solusi untuk penanganan kebakaran hutan.

"Ide ini kami dapat dari masyarakat lokal. Selama ini mereka memang sudah mengandalkan sumur bor untuk membasahi hutan saat kemarau," kata pendiri Sekolah Relawan, Gaw Bayu Gawtama saat dihubungi VIVA.co.id, Selasa, 27 Oktober 2015.

Pasukan penjaga gambut, tim dari Sekolah Relawan

Mengapa Praktik Bakar Hutan Berulang Lagi?

Pembuatan sumur bor yang dibantu warga lokal dan relawan di dalam hutan untuk pemadaman api. (Sumber Facebook)

Menurut Gaw, pemadaman api menggunakan teknik sumur bor memang dirasa paling efektif untuk memadamkan api di dalam hutan. Sebab, titik api yang berada jauh dari sumber air akan menjadi terkendala ketika selang air atau kendaraan pemadam tak bisa menembus.

BNPB Deteksi Peningkatan 151 Hotspot Kebakaran Hutan

"Kalau cuma mengandalkan air dari pinggir jalan tidak akan pernah bisa dipadamkan. Kami saja sudah membawa 300 meter selang dengan bantuan sumur bor, itu pun cukup melelahkan," kata Gaw.

Sejauh ini, puluhan relawan yang dinisiasi oleh Gaw sudah berhasil membuat 10 sumur bor baru dengan kedalaman 20 meter hingga 25 meter. Mereka menargetkan dalam sebulan harus ada 100 buah sumur bor dengan jarak antara sumur berkisar 100 meter hingga 200 meter.

"Kesulitannya cuma manual, kami harus menumbuk-numbuk tanah dengan bantuan tangan. Dua jam paling cepat. Kadang ada juga yang sampai 8 jam dan air tetap tak keluar. Kalau air masih melimpah, dan saya yakin tidak akan menghabiskan cadangan air tanah," tuturnya.

Melihat dari laman Facebook mereka, harus diakui aksi para relawan ini memang mengagumkan dan mengharukan. Meski hanya bersosialisasi di laman jejaring sosial secara lengkap, mereka pun menyajikan beragam gambar kehebatan ketika berjuang melawan asap.

Pasukan penjaga gambut, tim dari Sekolah Relawan3

Restorasi Gambut Harus Dilakukan Pemerintah Bukan LSM

Pasukan penjaga gambut saat meluangkan waktu untuk beribadah di dalam hutan. (Sumber Facebook)

"Presiden Joko Widodo kami menantikan kehadiran Bapak untuk mencanangkan Gerakan Sejuta Sumur Bor untuk pencegahan kerusakan gambut," tulis salah seorang relawan Januminro seperti dikutip dari laman Facebook Sekolah Relawan.


Katanya, bila Jokowi berkunjung melihat kanal, diharap berkenan singgah untuk melihat pembuatan dan efektivitas sumur bor untuk menjaga lahan gambut dari kebakaran.

"Kami sudah menyiapkan alat bor sederhana untuk Bapak tancapkan, setelah itu serahkan pada relawan untuk melanjutkan.
Kami tunggu kehadiran Bapak."

Anti Mengeluh

Menurut Gaw, Sekolah Relawan yang dinisiasinya merupakan pasukan antimengeluh. Meski dengan segala keterbatasan dan ancaman kesehatan sewaktu-waktu, pasukan penjaga gambut ini tetap bekerja ikhlas penuh waktu.

"Sebagian relawan merupakan korban dari bencana asap. Namun mereka lebih memilih bertindak daripada mengeluh dan menghujat," kata Gaw.

Pasukan penjaga gambut, tim dari Sekolah Relawan4

Tim dari Sekolah Relawan saat membawa peralatan bor manual menuju ke dalam hutan. (Sumber Facebook)


Kini, pasukan penjaga gambut ini masih terus berjuang mati-matian di lahan terbakar. Terlepas dari itu, dengan personel yang terbatas dan fasilitas yang minim, pasukan ini tetap membutuhkan dukungan.

Lantas, Anda pilih yang mana, menghujat atau terlibat langsung? (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya