Ahli: Biaya Pemadaman Kebakaran Hutan Jangan Gunakan APBN

Sumber :
  • ANTARA/FB Anggoro

VIVA.co.id - Ahli hukum lingkungan Andri Gunawan menilai pemerintah dilarang menggunakan sumber dana dari Anggaran pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk biaya pemadaman kebakaran hutan dan lahan.

Sebab itu ia berpendapat pemerintah seharusnya menerapkan sistem reimburse atau pembayaran kompensasi dari biaya yang dikeluarkannya untuk pemadaman kebakaran hutan dari pihak perusahaan.

"Tidak boleh menggunakan dana APBN, karena sama saja itu mensubsidi pelaku pembakar lahan. Negara tetap harus membebankan biayanya ke pelaku," kata Andri, Selasa 20 Oktober 2015.

Satelit Lapan Deteksi 232 Hotspot Jelang Puncak Kemarau

Baca Juga:



Andri Gunawan ditunjuk menjadi saksi ahli oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam sidang gugatan perdata yang menimpa PT Bumi Mekar Hijau, di Pengadilan Negeri Klas 1 Palembang.

Menurut Andri, sistem reimburse tersebut merupakan mekanisme pengganti bagi dana yang telah dikeluarkan oleh pemerintah.

Sebab, saat ini pemerintah dapat saja  menggunakan uang negara terlebih dahulu untuk upaya pemadaman. Namun, dana yang dikeluarkan tersebut harus diganti oleh pihak yang bertanggung jawab atas kebakaran tersebut.

Menurutnya, model reimburse ini harus diperkenalkan di Tanah Air karena hingga kini negara yang selalu mengeluarkan biaya untuk memadamkan api atas tindakan dari pihak lain.
    
"Untuk proses hukum secara pidana relatif sulit, karena harus ada pembuktian, tapi untuk perdata masih mungkin karena indikatornya adanya kerugian, seperti yang dilakukan KLHK ke PT BMH," kata dia.
    
Hanya saja untuk menilai berapa besar kerugian yang harus dibebankan kepada penanggung jawab, tetap harus menggunakan lembaga bersertifikasi.

"Dalam lingkungan hidup, itu ada hitung-hitungan sendiri, setahu saya ada metodenya mulai menghitung kerugian yang terjadi pasca kejadian hingga potensi lingkungan hidup yang hilang akibat kejadian ini. Bahkan, saya menilai ini besar sekali, karena siapa yang bisa menilai harga suatu lingkungan hidup di masa datang," katanya.
 
Gugatan Terlalu Besar

Di bagian lain, PT Bumi Mekar Hijau selaku pihak tergugat mempermasalahkan nilai gugatan yang dilayangkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yakni mencapai Rp7,8 triliun karena dianggap tidak seusai dengan fakta yang ada.
 
Ketua tim penasihat hukum PT BMH (anak perusahaan Sinar Mas Grup) Kristianto mengatakan, ganti rugi ini diasumsikan pada kondisi ideal sementara sejak dimulai pemanfaatan lahan sudah tidak ideal.

"PT BMH mendapatkan surat izin pengelolaan pada 2004 sementara kasus bencana kebakaran hebat terjadi di tahun 1997, artinya kondisi lahan waktu itu sudah rusak," katanya.

Kemudian, dengan investasi sebesar Rp1,5 triliun, maka lahan tersebut menjadi subur dan produktif.
    
"Dari alamnya saja sudah berubah ketika diterima, lalu perusahaan memperbaikinya. Jika nilai gugatannya seperti ini, maka sama saja seperti gubuk yang terbakar tapi minta ganti rumah. Seharusnya melihat kondisi awal, bukan kondisi idealnya, kecuali memang dari awal sudah bagus," ujar Kristanto.

Perseroan Terbatas (PT) Bumi Mekar Hijau (Sinar Mas Group) digugat atas perbuatan melawan hukum atas dugaan pembakaran lahan di area seluas 20.000 hektare pada tahun 2014 lalu, di Distrik Simpang Tiga Sakti dan Distrik Sungai Byuku Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan.
 
Akibat perbuatannya tersebut, negara mencatat kerugian lingkungan hidup sebesar Rp2,6 triliun dan biaya pemulihan lingkungan hidup Rp5,2 triliun dengan total Rp7,8 triliun.

Jelang Puncak Kemarau,Titik Api di Sumatera Meningkat
Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia

Mengapa Praktik Bakar Hutan Berulang Lagi?

Di sejumlah wilayah Sumatera kini mulai terjadi kebakaran hutan lagi.

img_title
VIVA.co.id
9 Agustus 2016