Fadli Zon: Sudah Saatnya Jokowi Ganti Jaksa Agung

Sumber :
  • VIVA.co.id/Ahmad Rizaluddin

VIVA.co.id - Publik kembali menyoroti kinerja aparat penegak hukum di era pemerintahan Joko Widodo. Salah satu yang menjadi sorotan adalah kinerja Kejaksaan Agung. Sejumlah pihak menduga, adanya konflik kepentingan internal dalam upaya pemberantasan korupsi oleh Korps Adhyaksa lantaran Jaksa Agung yang berasal dari partai politik.

Kejagung Janji Usut Pelanggaran HAM di Masa Lalu

Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon mengatakan, selama penegak hukum dipimpin seorang politikus, akan sangat rentan untuk dijadikan alat politik. "Posisi Kejaksaan Agung saat ini rawan dijadikan alat politik, apalagi dalam persidangan kasus dugaan suap Gubernur nonaktif Sumut, ada indikasi permainan dengan Kejaksaan. KPK harus segera periksa kebenaran isi rekaman tersebut," ujarnya, Kamis, 15 Oktober 2015.

Fadli juga mengkritisi kalahnya Korps Adhyaksa dalam menghadapi beberapa gugatan praperadilan. "Publik bisa menilai mana yang profesional atau tidak. Ketika Kejaksaan dikritisi tidak profesional karena kerap kalah praperadilan, harusnya disikapi bijak sebagai evaluasi bukan menyalahkan keadaan, KPK juga dikritisi dan nyatanya mereka lakukan evaluasi," ujarnya menambahkan.

Jaksa Agung Diminta Buka Alasan Tunda Eksekusi 10 Terpidana

Menurut dia, sudah saatnya Presiden Joko Widodo mengevaluasi posisi Jaksa Agung dan juga Jaksa Agung Muda di bawahnya. "Logikanya, jika Presiden Jokowi ingin Kejaksaan mampu menjalankan fungsinya sebagai penegak hukum, HM Prasetyo, Wakil Jaksa Agung dan Jaksa Agung Muda, pokoknya semua harus diganti."

Pengamat kebijakan publik, Yanuar Wijanarko pesimis, Kejaksaan Agung di bawah kepempimpinan HM Prasetyo akan optimal dalam pemberantasan korupsi atau penegakan hukum. Dia menilai, sejauh ini netralitas Kejaksaan Agung sudah terkontaminasi.

Jaksa Agung Minta Maaf Eksekusi Mati Terkesan Tertutup

"Karena bagaimana pun juga Prasetyo adalah kader parpol yang harus tunduk kepada kebijakan partai. Jadi sepintar atau secerdas apapun kualitas para jaksa, di bawah kepemimpinan kader parpol maka pasti tidak akan optimal dalam menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum," ujarnya.

Dia menilai, Jaksa Agung belum mengimplementasikan Instruksi Presiden tentang Aksi Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi Nomor 7 Tahun 2015, yakni proses mutasi dan promosi yang tidak transparan dalam melakukan perombakan.

Penugasan Presiden tersebut ada dalam bab 'Penguatan Mekanisme Kelembagaan Dalam Perekrutan, Penempatan, Mutasi, dan Promosi, Khususnya Bagi Aparat Penegak Hukum Berdasarkan Hasil Assesment Terhadap Rekam Jejak, Kompetensi, dan Integritas Sesuai Kebutuhan.

"Namun yang terjadi sekarang Kejaksaan Agung dalam melakukan pengawasan maupun pembinaan pejabat, tak jarang tidak sesuai SOP dan terkesan sembarangan. Presiden Jokowi harus tahu kondisi sebenarnya di Kejaksaan," ujar dia.

Tidak Transparan

Yanuar mendesak para pejabat Kejaksaan Agung agar akuntabel dan transparan mulai dari verifikasi terhadap Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dan transaksi keuangan dengan meminta input dari Komisi Pemberantasan Korupsi dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.

"Karena saya pernah mengecek ada beberapa pejabat tinggi Kejaksaan tidak update LHKPN.  Presiden Jokowi harusnya memerintahkan anak buahnya melakukan verifikasi terhadap kinerja dan integritas petinggi Kejaksaan Agung. Lakukan audit kinerja pada masing-masing JAM," ujarnya menjelaskan.

Dia menyayangkan, Kejaksaan tidak memiliki database online Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang terpusat seperti yang diperintahkan Presiden, agar dapat diakses oleh aparat penegak hukum lain. Begitu juga dengan belum adanya sistem administrasi penanganan perkara pidana umun dan khusus sebagai peningkatan keterbukaan proses penegakan hukum kepada masyarakat.

"Sistem monitoring dan evaluasi yang dapat menjamin pelaksanaan pengawasan internal dan eksternal yang dilakukan pengawasan Kejaksaan juga tidak akuntabel dan cenderung ada ego sektoralnya, terkesan konflik kepentingan jabatan," ujar Yanuar.

Padahal, dalam Inpres No 7 Tahun 2015 ini, Jokowi meminta kepada semua pihak yang menjadi objek dari instruksi ini untuk bersungguh-sungguh melaksanakan setiap poin aksi yang sudah diberikan. "Sudah jelas poin pertama Inpres tersebut. Yakni harus melaksanakan Aksi PPK Tahun 2015 sebagaimana dimaksud dalam lampiran Instruksi Presiden ini. Jika tidak dilaksanakan, berarti telah terjadi pembangkangan terhadap perintah Presiden."

(mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya