Ketika Ajudan Bung Karno Berubah Jadi 'Buah Sawo'

Presiden pertama RI, Soekarno bersama Sri Sultan Hamengkubuwono IX
Sumber :
  • VIVA.co.id / Dody Handoko

VIVA.co.id - Setelah Proklamasi 17 Agustus 1945, tentara Belanda makin mengancam keamanan Presiden Soekarno dan keluarga. Dari kediaman di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta, Bung Karno beserta keluarganya diungsikan ke rumah keluarga Mualif Nasution, Sofyan Tanjung, dan ke rumah kawan-kawan dekat Bung Karno di Jakarta.
 
Pada 30 Desember 1945, setiap hari menjelang gelap, di sekitar tempat tinggal Bung Karno, Bung Hatta, dan Bung Sjahrir terdengar tembakan-tembakan hampir semalam suntuk. Tentara Belanda setiap malam bahkan siang hari pun melakukan teror.
 
Diceritakan dalam buku "Total Bung Karno" karya Roso Daras pada tanggal 3 Januari 1946, sekitar pukul 18.00, Bung Karno, Bung Hatta, beserta rombongan meninggalkan Jakarta menuju Yogyakarta.

Curahan Hati Bung Karno yang Jadi Sasaran Pembunuh

Rombongan naik kereta api luar biasa (KLB). Ikut diangkut kereta itu, dua buah mobil kepresidenan Buick 7 seat bercat hitam dan de Soto bercat kuning.
 
Sebelum Bung Karno dan rombongan naik KLB, beberapa kali KLB pura-pura langsir di rel kereta belakang rumah Bung Karno, untuk mengelabui tentara Belanda.

Lampu-lampu dalam KLB sengaja tidak dinyalakan. Setelah semua rombongan naik, dengan aksi langsir KLB bergerak perlahan-lahan meninggalkan Kota Proklamasi.
 
Sampai di Stasiun Manggarai, KLB berhenti. Tentara Belanda yang terdiri atas orang Indonesia melihat-lihat gerbong depan KLB ini. Karena gelap gulita, mereka tidak memperhatikan gerbong belakang dan mengira semua gerbong kosong. Selanjutnya, KLB bergerak lagi meninggalkan Manggarai.

Menguak Ambisi Bung Karno Bangun Gedung Sarinah

Tiba di Stasiun Jatinegara suasana lebih ngeri lagi. Tentara Belanda yang baru saja diserang TKR memperhatikan KLB. Beruntung mereka tidak masuk ke dalam gerbong, karena situasinya gelap. Berhenti sebentar kemudian KLB bergerak menuju Yogyakarta.
 
Rombongan presiden tiba di Stasiun Tugu Yogyakarta pada 4 Januari 1946 pagi. Usai upacara penerimaan di Stasiun Tugu, rombongan menuju Pura Pakualaman, istana Sri Paku Alam.

Setelah istana siap, Bung Karno dan keluarga meninggalkan Pakualaman dan pindah ke gedung Agung, bekas rumah gubernur Belanda di Jalan Malioboro, persis di depan Benteng Vredeburg.
 
Bung Karno sempat berpidato di RRI Yogyakarta untuk mengumumkan ke seluruh dunia bahwa Pemerintah RI sejak saat itu dipindahkan ke Yogyakarta.
 
Di halaman Istana Yogyakarta yang luas, tumbuh beberapa pohon buah-buahan, antara lain mangga, jambu, kedondong, dan sawo. Kalau sedang panen buah-buahan, Ibu Fatmawati sering membagi-bagi buah-buahan itu.
 
Pada suatu hari, Bung Karno memergoki seorang anggota Polisi Pengawal Pribadi sedang berada di atas pohon sawo. Anggota polisi itu tahu jika Bung Karno mendekati pohon sawo dan mengira tidak melihatnya.
 
Saking ketakutannya, dia diam di atas pohon tanpa bergerak dengan harapan tak diketahui Bung Karno. Bung Karno sengaja tak mau melihat ke atas pohon sawo itu.

Bung Karno dan Romusha yang Tewas Mengenaskan

Kepada polisi yang ada di dekatnya, ia berkata, "Itu buah sawonya kok tambah?"
 
Anggota pengawal yang diajak bicara kontan tertawa, pengawal yang ada di atas pohon pun ikut tertawa, tapi dengan nada ketakutan. Lalu Bung Karno berkata lagi, "Bapak 'kan sudah bilang, biar buahnya tua dan matang dulu. Nanti kamu orang juga dibagi. Kalau kamu tidak sabar, pindahkan saja pohon sawo ini ke dekat asramamu itu ...."
 
Bung Karno kemudian meninggalkan pohon sawo itu. Setelah Bung Karno tidak kelihatan lagi, polisi yang ada di atas pohon baru berani turun. Kawan-kawannya pun mengejek,

"Rasain lu." Mulai saat itu, tidak ada lagi yang berani memanjat pohon buah-buahan. (ren)

Hasto Datangi KPK

Peran Penting Kerajaan Kotawaringin Bagi Kemerdekaan RI

Kerajaan Kotawaringin merupakan cikal bakal Provinsi Kalteng.

img_title
VIVA.co.id
20 Januari 2016