Hakim MK Ragukan Keaslian Dokumen Uji Materi SIM

Wakakorlantas Polri Brigjen Pol Sam Budigusdian
Sumber :
  • VIVA/Lilis Khalisotussurur

VIVA.co.id - Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati mempermasalahkan tanda tangan pemohon uji materi undang-undang Polri (UU Polri) dan UU Lalu Lintas Angkutan Jalan (UU LLAJ).

Angka Kecelakaan Menurun Selama Mudik Lebaran, Kapolri dan Anak Buahnya Dapat Apresiasi

"Ada perbedaan yang sangat besar yakni kuasa hukumnya. Tanda tangan kuasa hukumnya saya melihatnya seperti ditandatangani oleh satu orang dalam perbaikan permohonan. Karena ini berbeda sekali dengan permohonan awal,” ujar Maria di sela tanya jawab uji materi sidang terkait kewenangan kepolisian menerbitkan Surat Izin Mengemudi (SIM) di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Kamis, 1 Oktober 2015. 

Menanggapi hal ini, Hakim Ketua Arief Hidayat meminta kuasa hukum pemohon untuk segera mengklarifikasi. Sebab, kalau tanda tangan itu terbukti palsu maka permohonan ini dianggap ‘bermain-main’.

6 Jenderal Polisi Bintang 4 yang Berasal dari Jawa Tengah, Siapa Saja?

"Ini sangat bahaya. Saya mohon pihak terkait (kepolisian) bisa lihat di situ. Nanti coba dilihat," ujar Arief dalam kesempatan yang sama.

Ia mengatakan, jangan sampai dalam forum yang mulia di MK terjadi hal yang dianggapnya sebagai hal yang ‘tidak senonoh’. Sebab menurutnya, tidak seharusnya institusi peradilan yang dianggapnya mulia, pemohon malah memalsukan tanda tangan.

Antisipasi Puncak Arus Balik, Kapolri: Jalur Arteri Bisa Jadi Opsi Atasi Kemacetan

Menjawab hal ini, pemohon Erwin Natosmal Oemar mengatakan dalam proses permohonan ini ia mengakui memang diajukan secara terburu-buru. Tapi ia menegaskan bukan berarti para pemohon mengabaikan proses detail soal tanda tangan tersebut.

"Ini terbukti dari adanya pemberitahuan mengenai perubahan pasal hukum maupun yang tidak kami tandatangani. Jadi yang tanda tangan orangnya langsung. itu bisa dikonfirmasi ke masing-masing," ujar Erwin.

Selanjutnya, Arief meminta Kartu Tanda Penduduk (KTP) dari kuasa hukum pemohon khususnya yang membubuhkan tanda tangan untuk diserahkan ke panitera MK untuk dicek. Lalu ia juga meminta Polri mengecek kebenaran tanda tangan tersebut.

"Polri sebagai pihak terkait dalam kasus kita minta klarifikasi dan identifikasi tanda tangan, Polri betul-betul bisa independen. Artinya keterangan itu kalau memang tanda tangannya otentik, katakan otentik. Kalau tidak, katakan tidak otentik. Karena bisa berakibat kalau ini palsu maka permohonan ini gugur," ujar Arief.

Ia menambahkan, putusan pemalsuan tanda tangan ini bisa dikatakan pidana. Tapi karena ini bukan delik aduan maka, ia mempersilakan Polri yang menangani persoalan ini. Ia pun meminta Polri independen dalam mengusut hal ini. Sebab menurutnya, kredibilitas Polri juga dipertaruhkan. Ia meminta paling lambat pada sidang yang akan datang, identifikasi tanda tangan tersebut bisa diputuskan keasliannya. Sebab hal ini berhubungan erat dengan kelanjutan uji materi ini.

"Ini untuk menjaga kewibawaan mahkamah. Kalau ada permohonan dengan tanda tangan palsu, itu melecehkan mahkamah. Para hakim sepakat harus kita jaga bersama kewibawaan mahkamah. Karena itu saya minta pada Polri meskipun sebagai pihak terkait yang berkenaan dengan permohonan ini, saya mohon Polri tetap independen," ujar Arief.

Sebelumnya, Koalisi untuk Reformasi Polri yang terdiri dari Indonesia Legal Roundtable diwakili Erwin Natosmal Oemar, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) diwakili Julius Ibrani, dan lainnya menggugat sejumalh pasal dalam UU Kepolisian dan UU LLAJ. Pada intinya mereka menggugat kewenangan Kepolisian dalam menerbitkan SIM dan STNK.

Kewenangan ini  menurut pemohon seharusnya diberikan pada Kementerian Perhubungan. Sementara polisi cukup fokus pada penegakan hukum saja. Salah satu argumen pemohon, penyandang disabilitas tidak dilayani untuk mendapatkan SIM.

Laporan: Lilis Khalisotussurur

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya