Petani Lumajang Tewas Disiksa Akibat Polisi Abai

Demo usut pembunuhan petani Lumajang
Sumber :
  • VIVA.co.id/Dyah Ayu Pitaloka (Malang)

VIVA.co.id - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menyebut aparat penegak hukum dan pemerintah abai dalam menangani konflik penambangan pasir di Pantai Watu Pecak, Selok Awar Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.

Gara-gara Uang Rp30 Ribu, Tukang Ojek Ini Cekik Istrinya

Sehingga terjadi kekerasan yang merenggut nyawa Salim alias Kancil (52 tahun) dan mengakibatkan Tosan kritis. Keduanya dikeroyok 30 orang dan dianiaya secara brutal, Sabtu 26 September 2015.

Kontras menuntut Mabes Polri untuk membentuk tim investigasi independen dan turun langsung untuk mengusut kasus itu.

Pengungkapan Kasus Mutilasi Anggota DPRD Diakui Sulit
"Indikasinya telah terjadi pembiaran, sebenarnya polisi bisa mencegah," ujar Koordinator Badan Pekerja Kontras, Fathul Khoir, Senin, 28 September 2015.

Tegur Pemuda Mabuk, Kakek Renta Dibacok Hingga Tewas
Dari informasi yang didapat Kontras, konflik tambang pasir tersebut berlangsung sejak Februari 2015. Tosan dan Salim merupakan pengurus Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Pesisir Desa Selok Awar-Awar yang menolak penambangan pasir di pesisir selatan Kabupaten Lumajang.
 
Sebelum terjadi pengeroyokan pada Sabtu, 26 September 2015, pada 10 September 2015 sekitar delapan warga datang ke rumah Tosan dan mengancam untuk membunuh Tosan dan istrinya jika terus menuntut penutupan tambang pasir di Watu Pecak.

Mereka datang dengan membawa celurit dan peledak jenis bondet. Tosan pun telah melaporkan kejadian itu pada Polsek setempat yang kemudian diteruskan ke Polres Lumajang.

Tosan dan istrinya Ati Hariati, sempat dimintai keterangan penyidik Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Lumajang. Namun tak ada tindaklanjut, aparat Kepolisian membiarkan laporan itu berlalu tanpa menyidik ancaman pembunuhan.

Sementara itu, pada perundingan 9 September 2015, disepakati penambangan pasir dihentikan dan truk pengangkut pasir berhenti beroperasi.

Kesepakatan tertuang dalam surat yang ditandatangani Kepala Desa Selok Awar Awar Haryono B. Namun kesepakatan itu hanya berjalan selama satu pekan saja, sebelum kegiatan penambangan dimulai kembali.

Kontras menyayangkan terjadinya pembiaran. Menurut Fathul, jika polisi bertindak cepat dengan melakukan pengusutan dari ancaman tersebut, dipastikan pembunuhan itu tak akan terjadi.

Fathul menyayangkan polisi tak memproses hukum ancaman pembunuhan itu. "Jika polisi tegas, peristiwa pengeroyokan dan korban jiwa bisa dicegah," katanya.

Untuk itu, Kontras mendesak agar penyidikan kasus pengeroyokan diambil alih oleh Markas Besar (Mabes) Polri. Fathul tak percaya penyidik Polres Lumajang bekerja profesional dan mengungkap dalang di balik pengeroyokan.

Dia khawatir polisi hanya menetapkan pelaku di lapangan tanpa menyentuh otak dibalik terjadinya kekerasan tersebut. "Kepala Desa sempat dimintai keterangan, sekarang dilepas. Pengelola tambang pasir adalah tim sukses Kepala Desa," katanya.
 
Sebelumnya, Kapolres Lumajang AKBP Fadly Munzir menyebut telah menetapkan 18 tersangka yang diduga terlibat dalam pengeroyokan itu. Namun polisi mengaku belum memeriksa Kepala Desa lantaran belum memiliki cukup bukti.

"Kami sedang melakukan penyelidikan dan penyidikan tentang motif pengeroyokan. Kami juga masih mengumpulkan bukti untuk memeriksa Kepala Desa,” kata Kapolres Lumajang. (ase)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya