Sumber :
- Reuters
VIVA.co.id - Kepolisian Resor (Polres) Lumajang menetapkan 18 orang sebagai tersangka pembunuhan seeorang petani yang menolak proyek tambang pasir di Desa Selok Awar-awar. Hal itu sekaligus mengoreksi penyataan Kepolisian Daerah Jawa Timur bahwa ada 17 tersangka dalam kasus tersebut.
Baca Juga :
Demi Pokemon, Pelajar SMA Bunuh Siswa SD
Kepala Polres Lumajang, Ajun Komisaris Besar Polisi Fadly Munzir, mengataka bahwa ke-18 tersangka yang sudah ditahan itu dijerat pasal berlapis KUHP, yakni Pasal 170 tentang pengeroyokan/kekerasan, Pasal 338 tentang pembuhunuhan, dan Pasal 340 jika ditemukan unsur perencanaan.
Polisi sedang menyelidiki dan menyidik motif pengeroyokan itu, termasuk aktor intelektualnya. Soalnya berdasarkan informasi masyarakat, para pengeroyok adalah kelompok bentukan Kepala Desa setempat.
Menurut Fadly, penyidik masih mengumpulkan bukti untuk memeriksa Kepala Desa Selok Awar-awar, yang dituduh sebagai aktor di balik peristiwa itu. Dia belum memastikan peran sang Kepala Desa. “Sampai saat ini masih kami kumpulkan bukti sebelum kami panggil untuk diperiksa,” katanya dihubungi pada Senin, 28 September 2015.
Pengeroyokan brutal itu dialami dua warga Desa Selok Awar-Awar, Salim alias Kancil (51 tahun), yang tewas pada Sabtu pagi, 26 September 2015, dan Tosan (51 tahun), yang kini dirawat di Rumah Sakit dr Saiful Anwar Malang.
Polisi telah memeriksa sejumlah orang, di antaranya, istri Tosan, Ati Hariati (44 tahun). Wanita yang kini sedang berada Rumah Sakit dr Saiful Anwar Malang itu mengaku diperiksa polisi Polres Lumajang dan Polda Jawa Timur pada Minggu petang. "Mereka menanyakan banyak hal,” kata Ati.
Dia mengaku mengenali sebagian besar pelaku pengeroyokan yang disebut Tim 12. Mereka adalah bentukan Kepala Desa setempat, yang awalnya ditujukan untuk pengamanan desa. Jumlahnya kemudian bertambah banyak dan lebih fokus mengamankan tambang pasir besi di pesisir Pantai Watu Pecak, desa setempat.
Abdul Rosid, warga anggota Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Pesisir Desa Selok Awar-Awar menambahkan, kondisi Tosan kini sudah sadar meski masih dalam perawatan intensif. “Saat sadar, dia bilang kita tetap berjuang walau sampai mati, beghow harus naik dan tambang pasir harus ditutup total,” kata Rosid ditemui di Rumah Sakit. (ren)
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Pengeroyokan brutal itu dialami dua warga Desa Selok Awar-Awar, Salim alias Kancil (51 tahun), yang tewas pada Sabtu pagi, 26 September 2015, dan Tosan (51 tahun), yang kini dirawat di Rumah Sakit dr Saiful Anwar Malang.