Adnan Buyung Wafat, LBH: Selamat Jalan Abang...

Adnan Buyung Nasution
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Andika Wahyu

VIVA.co.id - LBH Jakarta menyatakan duka cita mendalam atas meninggalnya Adnan Buyung Nasution.

Pesan Terakhir Adnan Buyung untuk Pemerintah

Buyung Nasution yang akrab disapa Si Abang itu meninggalkan warisan krusial dalam sejarah hukum Indonesia, yakni mendirikan Lembaga Bantuan Hukum Jakarta pada 28 oktober 1970.

Mengutip dari rilis LBH Jakarta, Rabu, 23 September 2015, Si Abang juga mengalami peristiwa diskriminasi di tahun 1950an, sebagai inlander (orang Indonesia) di gedung Societet de Harmonie (sekarang gedung Sekretariat Negara RI) yang hanya diperuntukkan bagi orang Belanda untuk hura-hura.

Todung: Gelar Pahlawan untuk Adnan Buyung Tergantung Negara

Kala itu, Si Abang melihat papan besar yang menyamakan orang Indonesia dengan Anjing. Begini tulisan papan itu, "Verboden voor Honden en Inlanders” yang artinya “Dilarang masuk untuk anjing dan orang pribumi.”

Ayahnya lantas berpesan agar Buyung memperjuangkan hak dan martabat bangsa. Kegiatan profesionalnya pun dimulai dengan masuk jaksa pada 1960.

"Si Abang ditugaskan di daerah dan melihat bahwa rakyat kecil tidak memiliki pembela saat dituntut oleh dirinya sebagai jaksa," kata Direktur LBH Jakarta, Alghifari Aqsa.

Ini Sosok Adnan Buyung di Mata Menko Darmin

Hati Si Abang berontak. Tak tahan melihat ketidakadilan menjadi alasan Si Abang banting setir menjadi advokat dan menggagas pembentukan LBH lewat Kongres Persatuan Advokat Indonesia (Peradin) tahun 1969.

"Saat Peristiwa Malari meletus pada 1974 LBH dinilai berbahaya oleh Jenderal Soeharto dan Buyung ditahan tanpa alasan yang jelas. Selanjutnya, LBH menjadi meeting of mind gerakan prodemokrasi. Semua gerakan radikal melawan rezim otoriter Orde Baru di zaman-zaman itu bermuara di kantor LBH," ucap Aqsa menambahkan.

Kini, telah 15 kantor LBH tersebar di Indonesia. LBH Banda Aceh, LBH Medan, LBH Palembang, LBH Padang, LBH Lampung, LBH Jakarta, LBH Bandung, LBH Semarang, LBH Surabaya, LBH Malang, LBH Yogyakarta, LBH Bali, LBH Makassar, LBH Manado, dan LBH Papua (dulu LBH Jayapura).

“Kami sangat kehilangan Bang Buyung. Pada saat memberikan materi di Karya Latihan Bantuan Hukum (Kalabahu) LBH Jakarta tahun 2013 Abang masih memberikan materi dengan berapi-api meskipun nafasnya menjadi tersengal-sengal. Saat sepeda motor pengacara publik hilang beliau juga menyatakan “Abang sangat sedih” dan kemudian memberikan bantuan,” ujarnya menambahkan.

Gagasan pembentukan LBH merupakan sumbangsih besar Si Abang. Kerja-kerja LBH secara tidak langsung menginspirasi dan menjadi wadah bagi sarjana hukum Indonesia yang memilih menjadi pengabdi bantuan hukum.

"Dari yang tadinya bisa hidup berlimpah uang, mereka meneguhkan diri membela rakyat yang miskin, buta hukum, dan tertindas. Selepas dari LBH para pengabdi bantuan hukum tersebut berdiaspora membentuk berbagai organisasi seperti Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Indonesia Corruption Watch (ICW), Imparsial, Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN)," kata Aqsa.

Ideologi bantuan hukum struktural (BHS) membedakan kinerja LBH dengan lembaga bantuan hukum lain. BHS memadukan ikhtiar pemberdayaan masyarakat, pendampingan atau pembelaan di pengadilan (litigasi), dan advokasi kebijakan publik. Begitu rincinya Si Abang mengurusi semuanya demi menuju perubahan dari struktur masyarakat yang timpang (kaya-miskin, kuat-lemah) menjadi lebih berkeadilan dan menghormati nilai-nilai Hak Asasi Manusia (HAM).

"Selamat jalan, Abang. Kami akan meneruskan cita-citamu."

(mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya