Kini Periksa Anggota DPR Harus Seizin Presiden

Sidang Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhamad Solihin

VIVA.co.id - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan pemohon II untuk sebagian atas uji materi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UU MD3). Gugatan menyangkut mekanisme pemeriksaan anggota DPR apabila tersangkut kasus pidana.

"Amar putusan mengadili, menyatakan permohonan pemohon I tidak dapat diterima, mengabulkan permohonan pemohon II untuk sebagian," ujar Ketua MK, Arief Hidayat, dalam sidang pembacaan putusan di Gedung MK, Jakarta, Selasa, 22 September 2015.

Dalam putusannya, Mahkamah mengubah frasa dalam Pasal 245 ayat (1) UU MD3 yang mulanya persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) diubah menjadi persetujuan tertulis dari Presiden.

Daftar RUU yang Telah Disahkan DPR di Masa Sidang V

Sehingga penyidikan terhadap anggota DPR yang melakukan pidana kini harus mendapat persetujuan dari Presiden secara tertulis.

Untuk diketahui, permohonan ini diajukan oleh Supriyadi Widodo Eddyono sebagai advokat (pemohon I) dan Perkumpulan Masyarakat Pembaharuan Peradilan Pidana (pemohon II). Mereka menggugat Pasal 245 UU MD3.

Pasal 245 ayat (1) UU MD3 mengatur pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan. Pada pasal ini, ia menggugat norma perlunya persetujuan tertulis dari MKD.

Lalu, Pasal 245 ayat (2) UU MD3 menyebutkan dalam hal persetujuan tertulis tidak diberikan MKD paling lama 30 hari terhitung sejak diterimanya permohonan, maka pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan dapat dilakukan.

Pada pasal ini, pemohon menggugat soal jangka waktunya yang terlalu lama sehingga dianggap akan memperlambat proses peradilan.

Selanjutnya pada Pasal 245 ayat (3) UU MD3 diatur ketentuan pada ayat (1) tidak berlaku bila anggota DPR tertangkap tangan melakukan tindak pidana, tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau terhadap kemanusiaan dan keamanan negara, dan disangka melakukan tindak pidana khusus. Pada aturan ini pemohon berpendapat MKD merupakan lembaga etik yang tidak memiliki hubungan langsung pada sistem peradilan pidana. (ase)

Soal Blok Masela, Semua Pihak Harus Turuti Presiden

Laporan: Khalisotussurur

Ketua DPR Ade Komarudin.

DPR Mau Tambah Posisi Wakil Ketua MKD

Penambahan itu dilakukan dengan cara merevisi UU MD3.

img_title
VIVA.co.id
4 Agustus 2016