Kisah Heroik Pembebasan Sandera WNI di Luar Negeri

Sandera WNI Dibebaskan
Sumber :
  • Antara/Indrayadi
VIVA.co.id
Penyandera 2 WNI di Papua Nugini Ternyata Buronan Polri
- Dua Warga Negara Indonesia (WNI) yang disandera kelompok bersenjata, yang kemudian dibawa ke wilayah Papua Nugini, akhirnya berhasil dibebaskan, Jumat, 18 September 2015. Dua WNI bernama Badar dan Sudirman itu dinyatakan hilang pasca penembakan terhadap warga Rabu, 9 September lalu di Kampung Skopro Distrik Arsi Timur Kabupaten Keerom.

Tujuh Penyandera Dua WNI Ditangkap PNG

Lebih dari sepekan menghilang, Badar dan Sudirman akhirnya bisa dibawa kembali ke Indonesia, berkat bantuan militer Papua Nugini yang berupaya bernegosiasi dengan kelompok bersenjata. Penyerahan dua sandera itu dilakukan dengan upacara militer di kantor Konsulat RI di Kota Vanimo, Papua Nugini.
Menko Polhukam Sebut Seorang Penyandera WNI Ditangkap


"Pukul 10.30 waktu Vanimo, secara resmi pemerintah PNG sudah serahkan dua warga kita yang disandera. Keduanya langsung diterima Konsulat RI di Vanimo Elmar Iwan Lubis," kata juru bicara Konsulat RI di Vanimo, Allen Simarmata, Jumat 18 September 2015.

Pembebasan dua WNI yang disandera di Papua Nugini ini sebelumnya berjalan alot. Setelah tenggat waktu yang diberikan penyandera habis pada Selasa, 15 September 2015, Indonesia mendesak PNG agar proaktif dalam membebaskan sandera.

Sejumlah elite politik RI bahkan meminta PNG memberikan izin militer Indonesia untuk masuk ke wilayah Papua Nugini menyelamatkan sandera. Namun desakan itu dijawab PNG dengan keberhasilan militer mereka membebaskan dua WNI dari sandera kelompok bersenjata dalam keadaan selamat.

Meski begitu, militer Indonesia sebenarnya pernah terlibat langsung dalam proses penyelamatan sandera di luar negeri. Tercatat dua upaya penyelamatan sandera WNI di luar negeri oleh militer Indonesia yang sukses dan menuai banyak pujian.

1. Operasi Woyla 1981 di Thailand

Peristiwa Woyla merupakan peristiwa pembajakan pesawat Garuda Indonesia DC-9 Woyla rute jurusan Jakarta – Medan, namun transit di Talangbetutu, Palembang, dan langsung ke Bandara Polonia Medan, tapi kemudian pesawat itu mengalami insiden pembajakan saat lepas landas dari Palembang.

Drama pembajakan itu terjadi pada hari Sabtu, tanggal 28 Maret 1981 oleh lima orang teroris yang dipimpin Imran bin Muhammad Zein, mereka menyamar sebagai penumpang, dan mengidentifikasi diri sebagai anggota kelompok Islam ekstremis "Komando Jihad". Saat bertolak dari Palembang,  pesawat membawa 48 orang di dalamnya ditambah 5 kru.

Salah satu pembajak bersenjata masuk ke ruang kokpit dan menyuruh Kapten Pilot Herman Ranteke untuk terbang ke Colombo, Srilanka. Namun karena alasan bahan bakar tidak mencukupi, akhirnya pesawat dibawa menuju Penang, Malaysia, dan kemudian menuju Bandara Don Muang, Bangkok.

Aksi pembajakan yang dilakukan Imran bin Muhammad Zein Cs, menuntut agar para rekannya yang ditahan pasca Peristiwa Cicendo di Bandung, Jawa Barat, supaya dibebaskan.

Dalam Peristiwa Cicendo, 14 anggota Komando Jihad membunuh empat anggota polisi di Kosekta 65 pada 11 Maret 1981 dini hari. Usai peristiwa itu, sejumlah anggota Komando Jihad ditahan dan terancam hukuman mati.

Operasi pembebasan pesawat DC-9 dikenal dengan sebutan Operasi Woyla dimulai sehari setelah tersiarnya kabar pembajakan tersebut. Presiden Soeharto yang mendengar tuntutan pembajak menjawabnya dengan menggelar operasi militer.

Wakil Panglima ABRI pada kala itu, yaitu Laksamana Sudomo meneruskan perintah Presiden kepada Kepala Pusat Intelijen Strategis Benny Moerdani yang langsung menghubungi Asrama Kopasandha (Sekarang Kopassus) yang diterima oleh Asisten Operasi Kopasandha Letkol Sintong Panjaitan.


Sintong yang kakinya tengah dibalut gips karena patah saat latihan, diminta menyiapkan pasukan dan melatihnya untuk operasi pembebasan sandera. Sintong meminjam sebuah pesawat DC-9 untuk mempelajari situasi. Sambil menunggu lobi Pemerintah RI terhadap Raja Thailand agar mengizinkan menggelar operasi militer.


Latihan selama 2 hari di hanggar Garuda dengan pesawat DC 9, telah memantapkan tekad pasukan khusus anti teror untuk secepatnya meringkus pembajak. Maklum sejak dua tahun pasukan khusus anti teror terbentuk, mereka terus berlatih tapi belum pernah punya kesempatan muncul.


Pada 30 Maret 1981, pasukan tiba di Don Muang Bangkok dengan menggunakan pesawat DC-10, dengan berkamuflase menjadi pesawat Garuda yang baru terbang dari Eropa. Pesawat diparkir di lokasi yang agak jauh dari Woyla.


Pada hari itu juga, menjelang siang, Pemerintah Thailand akhirnya memberikan izin kepada militer Indonesia untuk menyelesaikan sendiri pembajakan tersebut. Benny Mordani menetapkan, serbuan akan dilakukan pukul 03.00 pagi.


Jarum jam menunjukkan pukul 02.00 pagi, pasukan sudah siap dengan perlengkapan tempur, pakaian loreng dan baret merah. Mereka bersiap mendekati pesawat secara diam-diam. Mereka merencanakan agar Tim Merah dan Tim Biru memanjat ke sayap pesawat dan menunggu di pintu samping.


Semua jendela pesawat telah ditutup. Tim Hijau akan masuk lewat pintu belakang. Semua tim akan masuk ketika kode diberikan.


Sekitar pukul 02.45, penyerbuan dimulai. Pasukan elite TNI AD itu langsung masuk ke dalam kabin dan melumpuhkan empat pembajak. Adapun satu orang pimpinannnya, Imran bin Muhammad Zein selamat dalam peristiwa baku tembak tersebut dan ditangkap oleh Satuan Para Komando Kopassandha.


Operasi tersebut memang tidak berjalan mulus. Salah seorang prajurit Kopassus Pembantu Letnan Achmad Kirang dan Kapten Pilot Herman Rante terluka kena tembakan pembajak. Keduanya tewas setelah dirawat di rumah sakit. Sementara seluruh penumpang dalam keadaan selamat.


Operasi kontra terorisme yang dilakukan oleh Grup-1 Para-Komando di bawah pimpinan Letnan Kolonel Infanteri Sintong Panjaitan itu mendapat apresiasi dari pemerintah. Sintong dan pasukannya dianugerahi Bintang Sakti dan dinaikkan pangkatnya satu tingkat, kecuali Achmad Kirang yang gugur di dalam operasi tersebut, dinaikkan pangkatnya dua tingkat secara anumerta.


Kisah sukses pasukan Kopasandha yang melakukan penyerbuan pesawat Woyla itu menjadi embrio terbentuknya unit anti-teror di Kopassus saat ini, yang dikenal SAT-81 Gultor.


2. Pembebasan KM MV Sinar Kudus 2011 di Somalia


Pada 16 Maret 2011, Kapal MV Sinar Kudus berbendera Indonesia dibajak, dan sebanyak 20 awal kapal disandera perompak Somalia. Mereka menuntut kepada pemilik kapal agar menyiapkan uang tebusan untuk membebaskan sandera.


Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang menerima laporan terkait penyanderaan WNI oleh perompak Somalia itu langsung bertindak, dengan memberikan arahan kepada Panglima TNI dan Menko Polhukam untuk menggelar operasi untuk pembebasan sandera.


TNI akhirnya menyusun strategi pembebasan sandera kapal. TNI memutuskan untuk mengerahkan dua KRI frigat dengan heli dan pasukan khusus yang terdiri dari Marinir, Kopassus dan Kopaska.


"Kami menerima persetujuan dari Presiden tentang kekuatan yang akan melibatkan dua kapal frigat, 1 heli, dan pasukan khusus pada 19 Maret,"  kata Agus di Markas Besar TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Senin 2 Mei 2011 lalu.


Berikut kronologi pembebasan sandera di Somalia sesuai penjelasan Panglima TNI:


16 Maret 2011

KM Sinar Kudus dibajak pada posisi 13.37,78 N/59.03,88E. Kapal itu kemudian oleh perompak Somalia dijadikan mother ship untuk beroperasi hingga ke utara sampai ke teluk Oman.


17 Maret 2011


Presiden menerima laporan terkait penyanderaan WNI oleh perompak Somalia.


18 Maret 2011


Pukul 11.00 WIB : Presiden memberikan arahan operasi untuk pembebasan sandera.


Pukul 14.00 WIB : Rapat khusus Polhukam (Menkopolhukam, Penglima TNI dan Kapolri) untuk membahas cara bertindak, antara lain :


1. Membebaskan kapal dengan operasi khusus bila kapal sedang di laut


2. Menyiapkan rencana cadangan bila kapal telah lego jangkar, dengan mempelajari dan mempertimbangkan perkembangan situasi terakhir.


3. Mengirim 2 kapal fregat dan pasukan khusus


19 Maret 2011


Menerima persetujuan dari Presiden SBY tentang kekuatan yang akan dilibatkan. Kekuatan itu terdiri dari 2 KRI, 1 Helikopter, pasukan khusus (Marinir, Kopassus, Kostrad dan Kopaska)


20 Maret 2011

Penyiapan kapal dan pasukan


21 Maret 2011


Paparan rencana operasi dan keputusan Presiden:

1. Dua KRI Frigat dengan 1 helikopter diberangkatkan dari Jakarta.

2. Pasukan khusus diberangkatkan dari Jakarta menggunakan pesawat TNI AU dan bergabung dengan kapal di Kolombo.

3. Komando dan pengendali oleh Gugus Tempur Laut Armada Kawasan Barat dan keputusan akhir oleh Presiden.

4. Pembebasan dilakukan, diutamakan pada saat kapal berlayar


23 Maret 2011

Pukul 18.00: 2 KRI dan 1 helikopter berangkat dari Jakarta


29 Maret 2011

2 KRI dan 1 Helikopter tiba di Kolombo dan menerima pasukan khusus dan bekal ulang.


30 Maret 2011

Berangkat dari Kolombo menuju perairan Somalia. Info terakhir KM Sinar Kudus telah lego jangkar di perairan Somalia. Namun, ada kemungkinan masih akan di gunakan sebagai mother ship.


4 April 2011

Gugus tugas tiba di perairan Somalia, selanjutnya pengumpulan data dan  persiapan rencana cadangan.


Beberapa catatan:

1. Hasil deteksi dari helikopter:  KM Menara Kudus telah lego jangkar di antara 8  kapal lain yang dibajak.

2. Belum ada negara-negara lain yang bisa membebaskan kapal saat lego jangkar.

3. Pada umumnya ABK yang disandera sering dipindah dan jumlahnya di kapal tidak lengkap

4. Setiap kapal yang dibajak dijaga oleh pasukan pengaman tersendiri

5. Ada 15-20 kelompok pembajak yang terorganisir dengan baik

6. Kapal-kapal dilegojangkarkan di kota-kota yang mayoritas pembajak

7. Tidak ada akses langsung yang dapat melaporkan perkembangan setiap saat.


6 April 2011

Satuan tugas menuju ke Salalah Oman (pangkalan militer) untuk bekal ulang


12 April 2011

Satuan tugas sudah siap kembali untuk antisipasi KM Sinar Kudus berlayar kembali.


13 April 2011

Negosiasi ada titik terang, rencana  pembebasan disesuaikan yaitu:

1. Pelaksanaan pemberian tebusan harus dipastikan dapat menjamin keselamatan ABK Sinar Kudus

2. Pada saat pelepasan akan dilaksanakan tindakan militer terhadap pembajak


18 April 2011

Presiden pada rapat terbatas di Bogor memutuskan:

1. Selamatkan sandera, dilanjutkan pengejaran terhadap perompak dengan operasi militer

2. Aksi serentak pembebasan sandera dengan kekuatan 1 kapal, 1 helikopter,pasukan Sandi Yudha Korps Marinir dan pasukan khusus.


27 April 2011

Presiden memimpin papat khusus dengan keputusan:

1. Bebaskan dan selamatkan ABK

2. Tindakan aksi militer terhadap elemen perompak

3. Mengawal KM Sinar Kudus ke Oman


28 April 2011

Rencana dropping uang tebusan dengan pesawat komersil yang disewa manajemen Samudera Indonesia batal.


30 April 2011

Dropping uang oleh perwakilan Samudera Indonesia, penghitungan uang tebusan oleh perompak dan pembagian uang tebusan


1 Mei 2011

Aksi militer :

- Empat pembajak yang terakhir turun dari KM Sinar Kudus dilumpuhkan, namun 4 perompak tewas dan tercebur laut.

- Dilaksanakan sterilisasi terhadap kemungkinan masih ada pembajak di kapal dan bahan peledak hingga kapal aman

- Kapal KM Sinar Kudus di kawal ke Oman oleh 2 Kapal KRI.

- Direncanakan tanggal 4 Mei 2011 KM Sinar Kudus dan satgas tiba di Salalah Oman

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya