KontraS: Peradilan Militer Hanya Panggung Sandiwara

Terlibat Narkoba, Anggota TNI AU Dipecat
Sumber :
  • ANTARA/Widodo S. Jusuf
VIVA.co.id - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai, Pengadilan Militer kurang tepat untuk mengadili aparat TNI yang terlibat kasus pidana. Menurut KontraS, seharusnya para pelaku itu diadili melalui proses Pengadilan Umum.
Haris Azhar Tolak Bergabung di Tim Investigasi Testimoni

"Pengadilan Umum itu untuk menindak anggota TNI yang tersangkut kasus pidana. Baru setelah itu masuk ke Pengadilan Militer untuk mempertanggungjawabkan profesinya, sesuai dengan kode etik," ujar Arif Nur Fikri, Staf Divisi Sipil dan Politik KontraS di kantornya, Jakarta, Selasa, 1 September 2015.
Johan Budi Harusnya Tanggapi Laporan Haris Azhar

Menurut Arif, selama ini mekanisme Peradilan Militer hanya dijadikan panggung sandiwara dan alat impunitas dalam proses penegakan hukum terhadap anggota TNI yang terbukti melakukan tindak pidana.
DPR: Kicauan Freddy Budiman Adalah Pintu Masuk

"Ketiadaan proses hukum yang adil pun pada akhirnya telah menghasilkan preseden yang buruk terhadap proses akuntabilitas di institusi TNI itu sendiri," ujarnya menambahkan.

Untuk itu, kasus yang melibatkan anggota TNI yang melakukan tindak pidana, KontraS mendesak aparat terkait untuk ditindak secara adil. Hal itu agar tercermin dari asas persamaan di hadapan hukum dan keadilan bagi korban.

Berikut tuntutan yang disampaikan KontraS:

Pertama, Pangdam Cenderawasih harus menyerahkan kasus penembakan di Timika, Papua, beberapa waktu lalu, kepada Kepolisian agar diproses melalui mekanisme Peradilan Umum. Hal itu sebagai bagian dari asas persamaan di hadapan hukum untuk menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara warga sipil maupun militer di hadapan hukum. Selain itu, proses persidangan di Peradilan Umum tidak tertutup dan dapat diakses publik sehingga berjalan secara transparan dan akuntabel.

Kedua, Pangdam Cenderawasih harus memastikan bahwa tidak ada ancaman dan teror terhadap korban maupun keluarga korban setelah peristiwa penembakan dan penangkapan anggota TNI AD Yonif 754 dan Kodim 1710/Mimika.

Ketiga, Komnas HAM harus memantau seluruh proses pemeriksaan hingga persidangan nanti terhadap anggota TNI AD Yonif 754 dan Kodim 1710/Mimika yang terlibat penembakan warga Timika.

Keempat, Pemerintah dan DPR RI harus segera merevisi Undang-Undang Peradilan Militer. Tujuannya agar setiap anggota TNI yang melakukan tindak pidana kriminal tunduk pada peradilan umum, sebagai bentuk jaminan atas asas persamaan di hadapan hukum yang dijamin Undang-Undang Dasar 1945.

(mus)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya