Anggota Minta Pemimpin Kelompok Din Minimi Menyerah

Anggota komplotan Din Minimi Aceh menyerahkan diri
Sumber :
  • VIVA.co.id/Zulfikar Husein

VIVA.co.id - Sambil tergopoh-gopoh dan menggunakan tongkat, Jalfanir alias Plang memasuki ruang aula Polres Lhokseumawe, Aceh, Minggu, 30 Agustus 2015.

Plang bersama tiga rekannya, Faisal alias Komeng, Zulkarnaini alias Glok dan Musliadi alias Tengku Mus, akan memberi keterangan kepada awak media.

Berseragam oranye khas tahanan, keempatnya dikawal dua polisi berpakaian bebas, bersenjata laras panjang dan menggunakan sebo. Plang dan rekannya adalah anggota yang telah berhasil diringkus oleh polisi.

Partai Aceh: Bendera Bintang Bulan Tak Langgar Hukum

[]

“Tolong saudaraku Abu Minimi, turunlah,” pinta Jalfanir kepada pemimpinnya yang masih bergerilya, . Tak ada sedikitpun keraguan tampak dari wajah pria berpeci itu.

Menurutnya, masih ada acara lain yang bisa dilakukan untuk menuntut haknya dari Pemerintah Aceh, bukan dengan senjata. “Ada jalan lain untuk kita memperjuangkan aspirasi kita supaya kita bisa membina keluarga kita dengan baik dan orang tua kita dengan baik.”

Berbeda dengan Plang, Faisal alias Komeng tampak sedikit gugup. Mendapat giliran kedua, Komeng memberi keterangan dengan penuh hati-hati. Ia tampak menggoyang-goyangkan tubuhnya dan enggan menatap kamera saat bercerita kepada awak media.

Komeng menyebutkan satu per satu nama rekannya yang masih bergerilya bersama dan meminta mereka untuk menyerah. “Kalau tidak berani langsung ke polisi, menyerahlah melalui kepala desa atau camat. Sudah cukup, sudah banyak yang meninggal sia-sia,” kata Komeng.

Dalam daftar nama yang menjadi target operasi Polres Lhokseumawe, empat di antaranya telah meninggal dunia akibat timah panas pihak kepolisian. Yusrizal alias Krape alias Maepong, Subki alias Kacuk, Ridwan alias Siwan alias Ketua Pemuda, dan Junaidi alias Beurijuk telah menemui ajalnya.

Sementara ada sekitar 15 anggota yang telah ditangkap dan diproses di Mapolres Lhokseumawe. Lalu sekitar 12 orang lainnya yang disebutkan Plang dan Komeng, masih bergerilya bersama Din Minimi.

“Mereka adalah Nurdin alias Din Minimi, Azhar alias Bahar, Zubir alias Rambo, Robin, dan Alue alias Anak Yatim. Lalu, Abu Jack, Alimuddin, Abdul Azis, Tengku Piah, Aneuk Timu, Adi Abon dan Robot. Hingga saat ini, polisi masih terus mencari tahu keberadan mereka,” ujar Waka Polres Lhokseumawe, Kompol Isharyadi Arun.

Eks Petinggi GAM Kibarkan Bendera Bulan Bintang di Saudi

Rahasia asal senjata

Komeng mengatakan ia adalah orang nomor tiga di tubuh kelompok bersenjata yang dipimpin Din Minimi. Nurdin bin Ismail alias Din Minimi sebagai pemimpin, Azhar alias Bahar (adik Din Minimi), lalu Komeng yang menduduki jabatan Panglima Operasi kelompok tersebut.

Ia menceritakan, saat masih bergerilya bersama , ia sempat menggunakan senjata M-16 lalu AK-45, sementara Plang menggunakan SS1. Namun, baik Komeng maupun Plang, mengaku tidak tahu, darimana asal senjata yang digunakannya untuk melakukan sejumlah aksi teror di Aceh Utara itu.

“(Asal senjata) itu saya enggak tahu bang, karena masalah senjata itu langsung bang Din Minimi yang main HP (handphone). Kalau dia main HP, itu enggak dekat kita,” cerita Komeng.

Meski menduduki jabatan strategis di kelompok , namun Komeng hanya memperoleh Rp2,5 juta selama tujuh bulan. Uang itu kata dia, berasal dari sejumlah aksi kriminal yang dilakukan seperti penculikan dengan meminta tebusan hingga Rp80 juta.

Ketua Pecahan Kelompok Din Minimi Ditembak Mati

Mencari keadilan

Sementara Zulkarnaini alias Glok menceritakan kisahnya awal bergabung dengan kelompok Din Minimi. Pria yang tak bisa berbahasa Indonesia ini mengaku bergabung karena Din Minimi bicara soal keadilan.

“Berarti yang geupeugah bak loen berarti jak mita keadilan (yang disampaikan sama saya berarti mencari keadilan),” ujar Glok yang abang kandungnya, Ridwan, tewas pada Kamis, 20 Agsutus lalu, ditembak polisi.

Ia menceritakan, selama berada di dalam hutan, ia makan seadanya bahkan terkadang tidak makan sama sekali. Ketika sakit, sang pemimpin kelompok, Din Minimi, melarang dia untuk turun gunung. Ia berusaha menahan sakit sebisa mungkin di dalam hutan.

Tak tahan dengan kondisi tersebut, Glok akhirnya turun dan menyerahkan diri. Ia meminta niat baiknya untuk menyerahkan diri dapat meringankan hukumannya.

“Pak hakim dan pak jaksa saya harap bagaimana caranya saya diringankan hukuman, karena saya menyerahkan diri,” katanya.

Tak jauh berbeda, Musliadi alias Tengku Mus, juga mengatakan hal serupa. Menurut mereka, menyerahkan diri lebih baik dan polisi selama ini juga memperlakukan mereka dengan baik.

“Selama ditahanan (Polres Lhokseumawe) kami diperlakukan dengan baik,” kata Tgk Mus.

Keempat tersangka juga sempat meminta maaf kepada instansi Tentara Nasional Indonesia (TNI) serta pihak keluarga kedua TNI yang mati pada Maret 2015 lalu. Mereka mengakui, kedua anggota TNI itu dieksekusi oleh kelompok bersenjata Din Minimi.

Setelah hampir 20 menit, Plang, Komeng, Glok, dan Tgk Mus disuguhkan teh manis dan rokok oleh pihak polisi. Setelah meneguk teh dan membakar sebatang rokok, mereka meninggalkan aula dengan dikawal dua personel polisi bersenjata dan bersebo.

Tim Gegana Polres Aceh Timur mengevakuasi temuan bom dengan bobot 10 kilogram, Rabu (10/8/2016). Diduga bom yang tertimbun di dalam tanah ini adalah sisa konflik Aceh bertahun-tahun lalu.

Bom Rakitan 10 Kg Sisa Konflik Aceh Ditemukan

Ditemukan terkubur dalam tanah.

img_title
VIVA.co.id
10 Agustus 2016