Menengok Rumah Tempat Soekarno Muda Menempa Diri

Rumah HOS Cokroaminoto.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Dody Handoko

VIVA.co.id - Rumah HOS Cokroaminoto berada di Jalan Peneleh VII No. 29 dan 31. Rumah sederhana ini berada di gang sempit, bercat warna hijau dan kuning. Saat ini, rumah tersebut sudah tidak digunakan lagi.

Meski tidak ditempati, rumah sederhana ini bersih dan terawat. Dinding rumah terbuat dari batu bata yang disemen. lantainya juga dari semen. Tidak menggunakan keramik, marmer, atau sejenisnya. Seperti pada rumah kebanyakan, ruangan paling depan merupakan ruang tamu. Kursi, meja, dan lemari semuanya terbuat dari kayu.

Peran Penting Kerajaan Kotawaringin Bagi Kemerdekaan RI

Pada dinding ruangan terdapat foto HOS Cokroaminoto di sebelah kiri, lambang Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII) di tengah, dan foto Bung Karno di bagian kanan.

Terdapat tiga kamar tidur. Satu kamar berada di belakang ruang tamu dengan ukuran sedang. Sementara, dua kamar lainnya saling berdampingan di sebelah kiri ruang tamu. Di dalam kamar kosong, hanya ada beberapa perkakas seperti lemari dan sejumlah barang .

Selain kamar tidur, terdapat pula dapur dan kamar mandi di bagian belakang. Di bagian atas terdapat sebuah ruang rahasia semacam loteng berukuran cukup luas yang biasa digunakan untuk rapat oleh Cokroaminoto bersama tokoh pergerakan nasional saat itu.

Rumah ini dulunya digunakan sebagai rumah kos Bung Karno. Dulu, Soekemi (ayah Soekarno), teman akrab Cokroaminoto, menitipkan Soekarno karena harus sekolah di Hoogere Burger School (HBS) Surabaya, sebuah sekolah setara dengan SMA.

Sementara, Soekemi yang tinggal di Pendean VI, kampung yang berjarak 500 meter dari Peneleh VII akan pindah ke Mojokerto. Bung Karno kos di rumah Cokroaminoto selama dua tahun, 1917-1919, kemudian melanjutkan kuliah di Bandung.

Curahan Hati Bung Karno yang Jadi Sasaran Pembunuh

"Kamar kos Bung karno di lantai dua," ujar Mus, salah satu warga sekitar.

Selain Bung Karno, di rumah ini tinggal anak kos lain, yaitu Semaun, Alimin, Darsono, Tan Malaka, Musso hingga Kartosoewirjo. Di kemudian hari, mereka dikenal sebagai pahlawan nasional, proklamator, lalu ada pula yang dicap sebagai pemberontak.

Kisah Pelukis Arwah Si Manis Jembatan Ancol

Soekarno, memilih ideologi nasionalisnya. Semaun, Musso dan Alimin, berhaluan komunis. Musso menjadi tokoh sentral peristiwa Madiun. Darsono, menurut beberapa sumber, menjadi penggerak kaum komunis melawan Belanda.

Sementara Kartosoewirjo, dianggap pemberontak karena memproklamirkan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII). Dan Tan Malaka adalah seorang revolusioner yang bergerilya hingga ke luar negeri dan menjadi bapak pergerakan Republik Indonesia.

(mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya