Ini Kriteria Rais Aam PBNU

Peringatan Harlah NU
Sumber :
  • VIVAnews/Nurcholis Anhari Lubis

VIVA.co.id - Muktamar Nahdatul Ulama ke-33 yang digelar di Jombang, Jawa Timur, akan menentukan tongkat estafet kepengurusan PBNU untuk lima tahun ke depan. Muktamar yang diikuti ratusan nahdliyin ini akan menentukan pimpinan tertinggi NU atau biasa disebut Rais Aam PBNU.

Pemilihan Rais Aam NU telah disepakati melalui metode musyawarah para kiai senior atau yang disebut ahlul halli wal aqdi (ahwa). Kesepakatan itu diperoleh dari hasil voting peserta Muktamar pada Selasa malam, 4 Agustus 2015. Sebanyak 252 peserta memilih ahwa, sementara 235 suara menolak, dan 9 abstain.

Dalam struktur kepengurusan NU, Rois Aam merupakan jabatan tertinggi. Oleh karenanya, orang menduduki posisi penting itu dituntut harus mengerti organisasi dan memiliki kemampuan sebagai penggerak memajukan organisasi di tubuh NU.

"Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh figur Rais Aam. Di antaranya adalah muandzim, mengerti tentang organisasi. Mukharriq, mampu mendinamisasikan dan sebagai motor penggerak untuk roda organisasi," kata Khatib Aam PBNU Jawa Timur, KH Syafruddin, Rabu 5 Agustus 2015.

Rais Aam juga harus khaibah, artinya mempunyai kharisma yang sangat tinggi. Juga harus memiliki wara, yang artinya bisa menjaga diri dari perkara-perkara yang haram dan subhat.

Cucu Ulama Besar Membelot dari Kepemimpinan NU

"Syubhat saja tidak boleh, apalagi dengan perkara yang haram," lanjutnya.

Ketua Rais Syuriah PWNU Jawa Timur, KH Miftakhul Ahyar, menambahkan untuk posisi Rais Aam, memang tidak boleh tolah-toleh atau ke sana-ke mari. Menurut dia, seorang Rais Aam harus teguh pendirian dan istiqomah (konsisten).

"Tidak boleh terkesan sebagai makelar," kata Kiai Mifta.

Kiai Miftah menganggap legitimasi Rais Aam lebih tinggi dibanding lainnya, karena merupakan pemimpin tertinggi organisasi. Oleh karena itu, seorang Rais Aam harus merupakan sosok yang memiliki keilmuan yang tinggi dan bijaksana.

"Terutama fiqih harus alim, dan mampu menjadi motor penggerak organisasi," ujar Kiai Mifta. Apalagi, bila nantinya, Rais Aam terpilih, maka dia berhak menolak bakal calon ketua umum PBNU sebelum diserahkan kepada muktamirin.

"Siapa pun bakal calonnya akan dimintakan restu ke Rais Aam, Rois sebelum ditetapkan sebagai calon. Setelah direstui kemudian dikembalikan ke muktamirin," tuturnya. (ase)

Ketua Umum NU, Said Aqil Siroj.

NU Akan Terus Menjaga Ahlusunnah Waljamaah

"Kalau saya Syiah, pasti sudah ditendang."

img_title
VIVA.co.id
28 September 2015