Antisipasi Sengketa pada Pilkada Serentak

Pimpinan Fraksi PAN MPR RI Dr. Ali Taher
Sumber :
VIVA.co.id
PDIP Masih Cari Momentum Baik untuk Umumkan Cagub DKI
- Empat tahap perubahan terhadap UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selama kurun 1999-2002 sudah banyak menyunat kekuasaan yang ada pada Presiden. Sebelumnya Presiden memiliki enam kekuasaan penting, yaitu kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif, yudikatif,  militer,  luar negeri dan administrasi kenegaraan.

Ahok Tak Sudi Disebut Petugas Partai

Namun sejak amandemen, enam kekuasaan Presiden itu mulai dipisahkan, sesuai Pasal 1 ayat 3 UUD NRI 1945. Sejak itu perangkat negarapun mengalami perubahan. Pada saat yang sama kekuasaan sosial menjadi lebih kuat dari sebelumnya, sementara kekuasaan negara malah berkurang.
KPUD DKI Akui Syarat Jalur Independen Sulit

Pimpinan Fraksi PAN MPR RI Dr. Ali Taher

Pernyataan itu disampaikan Dr. Ali Taher Pimpinan Fraksi PAN MPR RI, saat menjadi narasumber pada acara Seminar Nasional di Serang Banten, Jumat 31 Juli 2015. Seminar dengan tema Mencari Format Ideal Penanganan Sengketa Pemilihan Umum Kepala Daerah Implementasi Pelaksanaan Paham Demokrasi Konstitusional merupakan kerjasama MPR RI dengan Universitas Sultan Agung Tirtayasa (Untirta). 


Selain Ali Taher seminar tersebut juga menghadir dua narasumber yang lain. Yaitu, Drs. Syaeful Bahri MM Kepala Defisi Teknis KPU Provinsi Banten. Serta Leo Agustino P. Hd Dosen Fisip Untirta. Turut hadir pada acara tersebut Martin Hutabarat, Pimpinan F Partai Gerindra MPR RI dan Rektor Untirta Prof Dr. Sholeh Hidayat M.Pd.


Salah satu bukti menguatnya peran sosial pasca amandemen UUD 1945 menurut Ali Taher adalah munculnya putra-putra daerah dalam bursa bakal calon kepala daerah, juga kemampuan masyarakat dalam menentukan pemimpinnya melalui pemilihan kepala daerah.


"Dulu, sebelum amandemen UUD, kondisi seperti itu nyaris tidak mungkin terjadi karena kelompok sosial selalu ditekan negara dan praktis tidak memiliki peluang untuk menyalurkan potensi politiknya", kata Ali Taher menambahkan.

 

Sementara itu, Drs. Syaeful Bahri MM kepala defisi teknis KPU Provinsi Banten mengakui pelaksanaan pilkada serentak memunculkan kemungkinan lahirnya sengketa. Bahkan sengketa tersebut sudah mulai tercium pada tahap pendaftaran calon kepala daerah di Komisi Pemilihan Umum.


Menurut Syaeful pihak KPU sudah menemukan beberapa kasus yang berpotensi memunculkan sengketa. Antara lain, adanya perbedaan calon yang diusung. Terutama antara pimpinan pusat partai dengan pimpinan daerahnya. Sehingga di beberapa daerah ditemukan, seorang calon tidak bisa memperlihatkan bukti tandatangan dan dukungan pimpinan pusat parpol yang mengusungnya.


"Ada sekitar lima persen dari keseluruhan pelaksanaan pilkada serentak yang berpotensi menimbulkan sengketa pada saat pendaftaran calon kepala daerah", kata Syaeful menambahkan.


Agar pilkada serentak bisa berjalan dengan baik, Syaeful berharap tiga aktor dalam pelaksanaan pilkada harus berlaku dengan baik sesuai perundangan. Ketiganya adalah peserta, penyelenggara, dan masyarakat.


Sedangkan Leo Agustino P. Hd berharap MPR melakukan sinkronisasi atas UU dan peraturan pilkada. Ini penting karena masih ada aturan dalam pemilukada yang tumpang tindih. Selain itu seluruh kontestas harus bisa bersaing secara adil dan merata. 


"Ini harus diperhatikan agar pilkada serentak mendatang bisa berjalan lancar, tanpa meninggalkan banyak sengketa. Semua kontestan juga harus siap menang siap kalah", kata Leo menambahkan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya