Ulama NU: Ini Saatnya Terapkan Hukuman Mati Bagi Koruptor

Peringatan Harlah NU
Sumber :
  • VIVAnews/Nurcholis Anhari Lubis
VIVA.co.id
Lantunan Shalawat Antar Jenazah Kyai NU ke Liang Kubur
- Puluhan ulama Nahdlatul Ulama (NU) mendesak aparat penegakan hukum untuk berani memberikan hukuman mati bagi para koruptor yang jelas-jelas telah menyengsarakan rakyat Indonesia.

Kiai NU KH Mas Subadar Tutup Usia

"Hukuman maksimal hukuman mati adalah satu hasil rekomendasi dari pertemuan ulama nusantara di Yogyakarta," kata Rais Syuriah PBNU KH Ahmad Ishomuddin, Rabu 29 Juli 2015.
Menjadi Koruptor, Profesi Idaman?


Gus Ishom sapaan akrab dari KH Ahmad Ishomuddin menjelaskan, hukuman mati terhadap koruptor dapat ditetapkan, apabila tindak pidana korupsi dan pencucian uang dilakukan, ketika negara dalam keadaan bahaya, krisis ekonomi, krisis sosial, atau bahkan secara berulang-ulang.


"Rekomendasi hukuman maksimal hukuman mati bagi koruptor dan pelaku tindak pidana pencucian uang ini untuk memberikan
warning
kepada aparat penegak hukum untuk lebih serius menangani pelaku korupsi, untuk berani memberlakukan hukuman mati," ucapnya.


Salah seorang ulama dari Pati, KH Umar Farouq, mengatakan menurut mazhab Hanafi dan Maliki hukuman mati terhadap koruptor bisa diterapkan jika dilakukan terus-menerus. Ulama Nusantara selama ini memang berhati-hati, mengingat hukuman mati berurusan dengan nyawa manusia.


"Ini sudah waktunya, pamungkasnya dikeluarkan," kata Umar Farouq.


Dalam rekomendasi yang dibacakan oleh Ishomuddin menyebutkan bahwa korupsi mencakup kejahatan yang berkaitan dengan harta benda (al-jarimah al Maliyah) seperti Ghulul (penggelapan), Risywah (penyuapan), Sariqah (pencurian), Ghashb (penguasaan ilegal), nahb (penjarahan/perampasan), khianat (penyalahgunaan wewenang), akl al-Suht (memakan harta haram), hirabah (perampokan/perompakan), dan Ghasl al Amwal al Muharromah (mengaburkan asal usul harta yang haram. Korupsi juga telah diharamkan oleh ajaran Islam yang berdasar pada Alquran, Al-Hadist, Al-Ijma', dan Al-Qiyas.


Selain korupsi dan penyalahgunaan wewenang, tindak pidana pencucian uang juga mendapat perhatian besar dari para ulama.




11 dosa timbul dari aksi pencucian uang, di antaranya karena tindakan itu merupakan persekongkolan dalam dosa dan permusuhan, membangkang terhadap pemerintah, merusak sistem ekonomi, kebohongan, dan merusak perlindungan sektor usaha.


Selain itu, dosa yang ditimbulkan lainnya adalah karena merusak etos kerja produktif masyarakat, membuka peluang manipulasi dalam produksi dan konsumsi, meningkatnya ekonomi biaya tinggi, mengonsumsi harta haram, mendorong tersebarnya tindak pidana, dan menghadapkan manusia pada bahaya.


Para ulama juga sepakat bahwa penyelenggara negara, atau penegak hukum yang melakukan korupsi dan pencucian uang harus diperberat hukumannya. Sedangkan di sisi lain, pemerintah harus melindungi dan memperkuat semua pihak yang melaksanakan jihad mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi.


"Alim ulama dan pondok pesantren wajib menjadi teladan dan penjaga moral melalui penguatan pendidikan nilai-nilai dan perilaku antikorupsi. Sedangkan setiap elemen masyarakat wajib menghindarkan diri dari perilaku koruptif," kata Gus Ishom. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya