Demi Bertahan Hidup, Warga Rohingya Buka Lapak Jualan

Pengungsi Rohingya di Aceh
Sumber :
  • VIVA.co.id/Zulkarnaini Muchtar
VIVA.co.id
Lari dari Aceh, Pengungsi Rohingya Diduga Menuju Malaysia
- Tiga bulan sudah warga Rohingya menghuni Aceh usai diselamatkan oleh nelayan dan otoritas Indonesia dari tengah laut. Sebagian besar warga Rohingya yang bertahan hidup di Aceh, kemudian memilih untuk membuka lapak kecil dan menjual berbagai kebutuhan, mulai dari makanan, minuman, sirih, rokok dan macron. 

Agen 'Penjual' Etnis Rohingya Berkeliaran di Aceh
Salah satu yang ditemui VIVA.co.id pada Selasa kemarin adalah Muhammad Kasim. Usai salat ashar, pria berusia 25 tahun itu berjalan ke arah halaman parkir di gedung paling ujung. Dia turut membawa tikar plastik berukuran 2x3 meter. 

Hasil Visum Dugaan Pemerkosaan Warga Rohingya Negatif
Begitu menemukan lokasi yang tepat, Kasim lalu menggelar tikar tersebut. Satu persatu warga Rohingya yang tinggal di kamp itu kemudian mendatangi lapak Kasim. Mereka membeli beberapa barang kebutuhan pokok. 

Tak hanya warga Rohingya, relawan yang bertugas turut berbelanja sirih dan rokok. Warga sekitar ikut menitip kue basah di lapak milik Kasim. 

Sejak dia membuka lapak, maka warga Rohingya sudah tak perlu keluar dari kamp untuk berbelanja. Sebab, semuanya tersedia di lapak Kasim. 

"Saya mencoba buka usaha kecil-kecilan di sini, karena kami juga butuh biaya hidup selama tinggal di Aceh,” kata Kasim dengan Bahasa Indonesia patah-patah. 

Dia mengaku membuka lapak dengan bermodal uang Rp250 ribu yang dikumpulkan dari sumbangan warga yang berkunjung ke kamp pengungsian. Uang itu telah dia kumpulkan sejak dua bulan lalu. 

Berkat uang sumbangan itu, Kasim kini memiliki penghasilan setiap hari. Paling tidak setiap hari dia bisa mengantongi pemasukan antara Rp100 ribu hingga Rp150 ribu. 

"Dari satu barang ini saya bisa dapat 100 rupiah sudah happy sekali. Sekarang, (saya) sangat senang dan bahagia bisa membuka usaha kecil-kecilan. Saya bersyukur sekali," kata dia. 

Kasim tidak seorang diri berada di Aceh. Ada ibunya Mamuzah dan adiknya, Sinura Begum. Mereka gelombang pertama pengungsi Rohingya yang terdampar di laut Aceh utara pada Mei lalu. 

Bersama Ibunya, Kasim mulai merintis perlahan-lahan hidup baru yang lebih baik, walaupun di negeri orang. 

"Kami tetap semangat menjalani hidup yang lebih baik. Kami sangat berterima kasih kepada warga Aceh dan pemerintah yang sudah menerima kami di sini,” kata dia. 

Selama tinggal di Aceh, warga Rohingya mulai menunjukkan geliat kehidupan normal. Mereka perlahan mulai bangkit, melupakan masa lalu dan hidup di antara penindasan. 

Para pengungsi Rohingya yang terdampar di Aceh sedang dibina untuk dibekali kemampuan dan keterampilan. Mereka dilatih hingga betul-betul memiliki kemampuan yang bisa dijual. 

Salah satu lembaga lokal Aceh yang fokus terhadap program pembinaan itu yakni Yayasan Geutanyoe. Di Aceh Timur, Yayasan Geutanyoe sudah berhasil mendidik para pengungsi menjahit jala untuk menangkap ikan. Mereka dididik langsung oleh para nelayan yang menyelamatkan mereka. 

Menurut Direktur Yayasan Internasional Geutanyoe, Lilianne Fan, kini hasil pendidikan itu sudah mulai terlihat. 

"Mereka sudah mampu membuat jala. Pembinaan ini akan terus berlanjut. Tidak hanya membuat jala saja, tetapi akan dilatih ke produk yang lain. Hasil produk mereka akan dipasarkan," kata Lilianne. 

Dia melanjutkan warga Rohingya perlu diberikan pembinaan kemampuan. Sebab selama di Myanmar, mereka tidak memiliki peluang sama sekali untuk mengembangkan kemampuan. 

"Mereka ini bisa dibilang tidak ada kemampuan sama sekali. Jadi, pembinaan ini menjadi hal sangat penting untuk para pengungsi Rohingya,” tambah Lilianne.

Tidak hanya laki-laki, perempuan juga diberi kemampuan keterampilan. Pembinaan ini, kata Lilianne, akan berlangsung di Kamp Desa Blang Ado, Aceh Utara. (one)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya