10 Tahun, 18 Pesawat TNI Alami Kecelakaan Fatal

Keluarga Korban Pesawat Hercules Datangi Rumah Sakit Adam Malik
Sumber :
  • REUTERS / Roni Bintang
VIVA.co.id -
Intip Kemampuan Perang Panser TNI Buatan Bandung
Musibah jatuhnya pesawat Hercules TNI AU C-130 beberapa waktu lalu, menambah daftar hitam daftar kecelakaan pesawat di Tanah Air, khususnya terkait dengan alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI. Sebabnya, total 18 kecelakaan fatal alutsista TNI terjadi sepanjang sepuluh tahun terakhir.

Ketua DPR Dorong Peremajaan Alutsista TNI

"Sejak tahun 2006-2015 kecelakaan itu terjadi. Tahun ini saja dua kali terjadi kecelakaan, yakni F16 dan Hercules. Ini bukan hal yang patut dibanggakan, karena memiliki potensi risiko yang besar dari sektor pertahanan," kata peneliti CSIS Iis Gindarsih, di kantor CSIS, Jalan Tanah Abang III, Jakarta Pusat, Jumat 3 Juni 2015.
Empat Super Tucano Tiba di Lanud Abdurahman Saleh Malang


Gigin, sapaan akrab Iis Gindarsih, menjelaskan bahwa potensi tersebut bisa mendegradasi moral dan mental para prajurit yang ada. Tak hanya itu, seringnya kecelakaan alutsista yang terjadi, jelas akan mempengaruhi kepercayaan lawan atau musuh terhadap kekuatan militer Indonesia.


Data CSIS per Desember tahun 2014, TNI mengoperasikan 160 variasi alutsista yang dioperasikan oleh TNI AD sebanyak 64 persenjataan, TNI AL 56 sistem senjata dan TNI AU sebanyak 40 tipe pesawat militer.


"Hal itu apabila digunakan secara efektif akan berimbas pada positifnya pertahanan Indonesia," tuturnya.


Gigin menerangkan,  CSIS menemukan dua temuan terkait dengan kondisi sistem persenjataan yang dimiliki oleh militer Indonesia. Pertama yakni, mayoritas dari operasional alutsista TNI sebanyak 52 persen telah digunakan lebih dari 30 tahun. Dengan rincian lebih dari 40 tahun 28 persen, 31-40 tahun 24 persen, 11-20 tahun 19 persen, dan 1-10 tahun 19 persen.


Temuan kedua yakni terkait dengan modernisasi alutsista TNI yang berjalan lambat. Sejak tahun 2000-an, regenerasi alutsista TNI telah dilakukan. Sayangnya, menurut kata Gigin, revitalisasi pertahanan Indonesia masih mengandalkan alutsista hibah dan juga pembelian alutsista bekas pakai negara lain.


"Terlepas dari itu, masa operasional memang tidak berarti bahwa alutsista layak digunakan atau tidak, tergantung variabel. Tetapi terkait faktor harwat atau perawatan, kalau prosedur perawatan lancar, kemampuan teknisi mumpuni, alutsista bisa dipakai secara maksimal," kata Gigin.


Tak hanya masalah perawatan, masalah lainnya adalah relevansi teknologi alutsista TNI masa kini, apakah alutsista tersebut layak atau tidak digunakan. Jika kedua faktor tersebut tak lagi mampu untuk menjamin kelangsungan pemakaian, maka sistem persenjataan atau alutsista baiknya dipensiunkan atau dimuseumkan.


"Penggantian alustista harus menjadi prioritas mengingat perkembangan dinamika ancaman dan dinamika persenjataan antar negara. Masalah anggaran juga menjadi penghambat untuk modernisasi alutsista, baik matra darat, laut dan udara," lanjut Gigin.


Sementara itu, Direktur Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Rizal Sukma menerangkan bahwa pemerintah dan TNI khususnya tidak boleh terjebak dalam ritual kesedihan, dalam satu dua minggu ini akibat musibah kecelakaan pesawat tersebut. Menurutnya, saat ini adalah momentum yang tepat untuk memperbaiki dan merespons masalah mendasar TNI untuk pertahanan Indonesia.


"Tidak cukup hanya audit terhadap transparansi perawatan alutsista TNI. Tetapi perlu
mapping
juga, sebagai bentuk pencegahan terhadap hal-hal seperti ini, agar tidak terjadi lagi. Ini penting untuk pertahanan Indonesia, kita harus berbenah," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya