Sumber :
- VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi
VIVA.co.id
- Sejumlah peneliti meragukan kebenaran status darurat narkotika dan obat-obatan yang telah dijadikan jargon di Indonesia.
Dalam surat terbuka yang dilayangkan kepada Presiden Joko Widodo, melalui jurnal ilmiah terkemuka Inggris, The Lancet, sejumlah peneliti bahkan mensinyalir acuan pemerintah tentang darurat narkoba justru tak bisa divalidasi.
Dalam surat terbuka yang dilayangkan kepada Presiden Joko Widodo, melalui jurnal ilmiah terkemuka Inggris, The Lancet, sejumlah peneliti bahkan mensinyalir acuan pemerintah tentang darurat narkoba justru tak bisa divalidasi.
Salah satunya adalah acuan yang merujuk pada hasil penelitian Badan narkotika Nasional tahun 2008 dan 2011. Dalam riset itu disebutkan bahwa, prevelansi dari pengguna narkoba sudah mencapai 2,56 persen atau sebanyak 4,5 juta orang. Sebanyak 50 orang pun dilaporkan meninggal dunia setiap harinya.
"Kami mengkhawatirkan validitas dari angka perkiraan ini. Khususnya detil dan metode penelitian ini. Dari informasi didapat bahwa, metode rekrutmen yang dipakai tak sesuai, sampel tak representatif dan hasil tidak bisa digeneralisasi," ujar salah seorang peneliti dalam jurnal The Lancet yang juga peneliti dan pengamat senior di Pusat Penelitian HIV/AIDS Unika Atma Jaya, Irwanto dalam keterangan tertulisnya, Jumat 5 Juni 2015.
Menurut Irwanto, dasar yang kerap digunakan Presiden Joko Widodo beserta sejumlah lembaga terkait, sebagai alasan pembenaran eksekusi mati para pelaku narkoba itu, patut diverifikasi.
Sebab, dasar itu bertolak belakang dengan sejumlah hasil riset yang dilakukan oleh sejumlah peneliti. Di mana ada indikasi penurunan dari prevelansi narkoba di Indonesia.
"Setiap nyawa manusia sangat berharga. Kita semua tidak mau nyawa manusia yang produktif sia-sia karena narkotika atau karena kebijakan negara yang tidak didasarkan atas data dan informasi terbaik,“ ujar Irwanto.
Sebab itu, kata dia, Indonesia perlu merumuskan sebuah strategi baru tentang penanganan terhadap sebaran narkoba. Sebab langkah negara yang mengeksekusi mati setiap pelakunya karena Indonesia darurat narkoba pun menjadi tak berkorelasi.
Apalagi, sudah diperkuat riset di berbagai negara yang menunjukkan bahwa upaya itu terbukti tak efektif dan justru melahirkan masalah baru.
"Kita memiliki kewajiban etis untuk menyediakan pilhan-pilihan yang dapat menyelamatkan nyawa (ketimbang hukuman mati). Pendekatan berbasis rasa takut harus diubah menjadi pendekatan berbasis kesehatan," ujarnya.
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Salah satunya adalah acuan yang merujuk pada hasil penelitian Badan narkotika Nasional tahun 2008 dan 2011. Dalam riset itu disebutkan bahwa, prevelansi dari pengguna narkoba sudah mencapai 2,56 persen atau sebanyak 4,5 juta orang. Sebanyak 50 orang pun dilaporkan meninggal dunia setiap harinya.