Wapres Dukung Langkah Novel Baswedan Ajukan Praperadilan

Novel Baswedan keluar dari Gedung Bareskrim Polri Sabtu (2/5/2015)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Vitalis Yogi Trisna
VIVA.co.id
Kabareskrim: Kasus Novel Harusnya Sampai Pengadilan
- Wakil Presiden Jusuf Kalla mendukung langkah Novel Baswedan untuk mengajukan praperadilan atas tindakan Bareskrim Polri. "Bagus, supaya jelas masalahnya," kata Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin 4 Mei 2015.

Kejaksaan Agung Hentikan Kasus Novel Baswedan

Namun, Kalla enggan menyebut bahwa masalah yang menimpa Novel Baswedan adalah kriminalisasi. Sebab, menurut dia, yang disebut kriminalisasi adalah tidak adanya tindakan kriminal namun ditetapkan sebagai tersangka.
Kasus Novel Ditarik Kembali, Ini Reaksi Kejaksaan Agung


"Novel ada kasus tidak," tanya Kalla kepada wartawan. Kemudian, wartawan pun mengatakan bahwa Novel memang memiliki kasus hukum.


"Nah, sudah kau jawab sendiri ya. Bukan saya," lanjut Kalla.


Kalla pun membantah bahwa ada perbedaan pendapat antara dirinya dan Presiden Joko Widodo terkait masalah KPK vs Polri ini. "Apanya berbeda, beliau bilang transparan saya juga bilang transparan," lanjutnya.


Namun, Kalla menegaskan bahwa sebagai wapres dia tidak akan membela salah satu dari dua lembaga itu. "Saya tidak pendukung siapa-siapa hanya harus lebih terbuka dan lebih adil. Tidak berbeda, Jokowi juga minta begitu. Minta transparan, minta adil," kata dia.


Sebelumnya penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan, mendaftarkan permohonan praperadilan terhadap Polri di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, tadi siang. Beberapa hal yang menjadi dasar pengajuan gugatan praperadilan itu adalah:


Pertama, penangkapan dan penahanan Novel didasarkan atas sangkaan Pasal 351 ayat (1) dan (3) terhadap korban bernama Mulya Johani alias Aan.


"Tetapi, yang dijadikan dasar penangkapan justru surat perintah penyidikan lain yang memuat pasal berbeda, yaitu Pasal 351 ayat (2) dan Pasal 442 juncto Pasal 52 KUHP," ujar kuasa hukum Novel, Asfinawati.


Alasan kedua adalah penggunaan Surat Perintah Kabareskrim Nomor Sprin/1432/Um/IV/2015/Bareskrim tertanggal 20 April 2015 sebagai dasar penerbitan surat perintah penangkapan dan penahanan Novel. Hal ini dianggap tidak lazim karena dasar penangkapan dan penahanan adalah surat perintah penyidikan.


Menurut dia, hal itu menunjukkan bahwa Kepala Bareskrim Komjen Budi Waseso telah melakukan intervensi terhadap independensi penyidik terkait kebijakan penyidikan, yaitu penangkapan dan penahanan.

"Kabareskrim itu bukan bagian dari penyidik yang ditunjuk untuk melakukan penyidikan," ujar Asfinawati.

Kemudian, mereka melihat ada serangkaian pernyataan kebohongan dari Polri kepada publik yang menutup-nutupi fakta sebenarnya terkait penangkapan dan penahanan Novel. Hal ini bertentangan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam setiap proses penyidikan.

Asfinawati juga mempermasalahkan adanya perbedaan antara perintah Presiden maupun pernyataan Kapolri dan aksi penyidik tentang tidak adanya penahanan. Hal itu memperlihatkan tidak ada koordinasi antara Kapolri dan Kabareskrim, Kabareskrim melawan perintah Kapolri dan Presiden, atau Direktur Tindak Pidana Umum Reskrim Polri lebih mendengarkan perintah Kabareskrim dibandingkan Kapolri dan Presiden.

Alasan terakhir, kuasa hukum melihat proses penangkapan penyidik atas kliennya tidak sesuai dengan prosedur. Surat perintah penangkapan dianggap telah kedaluwarsa dan penahanan dilakukan tanpa memenuhi syarat subyektif penahanan dan tidak sesuai dengan prosedur. Penangkapan dan penahanan Novel dilakukan dengan disertai berbagai pelanggaran ketentuan hukum.

"Kami sudah ada bukti-bukti. Kami juga akan lengkapi dengan bukti dan mendatangkan saksi ahli dalam sidang praperadilan tersebut," ujar Asfinawati. (ren)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya