Setara: Eksekusi Mati Gandakan Pelanggaran HAM Era Jokowi

Presiden Joko Widodo
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Ismar Patrizki
VIVA.co.id
Johan Budi Harusnya Tanggapi Laporan Haris Azhar
- Lembaga swadaya masyarakat Setara Institute menilai eksekusi tahap kedua terhadap delapan terpidana mati telah menggandakan jumlah pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di era pemerintahan Presiden Joko Widodo. Dalam usia enam bulan pemerintahan baru, sudah ada 14 orang dibunuh oleh alat negara dengan alasan penegakan hukum dan kedaulatan hukum.

Dua Tahun Haris Azhar Simpan Rahasia Freddy Budiman

Ketua Badan Pengurus Setara Institute, Hendardi, berpendapat bahwa alasan penegakan hukum untuk mengeksekusi itu tidak dapat dijadikan dasar dalam konteks kemanusiaan dan hak asasi manusia yang bersifat universal.
Polri, TNI dan BNN Diminta Cabut Laporkan Haris Azhar


“Jokowi akan terus dicatat sebagai Presiden RI yang melanggar hak asasi manusia karena ketidakmampuannya menghentikan praktik hukuman mati,” kata Hendardi melalui siaran pers yang diterima
VIVA.co.id
pada Rabu, 29 April 2015.


Dia mengapresiasi penundaan eksekusi terhadap seorang terpidana mati warga negara Filipina, Mary Jane Fiesta Veloso. Tetapi kebijakan itu menunjukkan bahwa peradilan Indonesia masih buruk dan tidak adil serta tak memenuhi standar peradilan, sebagaimana ditetapkan dalam kovenan dan konvensi internasional HAM.


“Penundaan eksekusi mati atas Mary Jane sama sekali tidak menunjukkan pembelaan Jokowi atas kemanusiaan, yakni hak untuk hidup, karena nyatanya delapan orang lainnya tetap dieksekusi,” ujarnya.


Persoalan narkoba, menurutnya, tidak akan selesai setelah eksekusi mati dijalankan. Dibanding menumpuk daftar pelanggaran HAM, Jokowi disarankan berkonsentrasi memastikan aspek pencegahan dan reformasi kepolisian dalam menangani narkoba.


Dugaan berbagai pihak yang menggambarkan bahwa potensi kolusi aparat penegak hukum dengan isu narkoba itu harus menjadi perhatian Jokowi. Karena di situlah masalah narkoba yang sesungguhnya.


“Secara paralel, Jokowi juga mesti menyusun agenda yang jelas menuju penghapusan hukuman mati, baik dalam reformasi KUHP maupun produk perundang-undangan lain,” kata Hendardi.


“Yakinlah bahwa hukuman mati bukan satu-satunya cara menghentikan bahaya dan peredaran narkoba. Apalagi eksekusi mati ini, sekali lagi, lekat dengan praktik politik pencitraan untuk menghimpun dukungan politik rakyat yang mulai memudar,” dia menambahkan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya