Serat Centhini, Kitab Cabul dari Jawa

Ilustrasi pasangan bercinta
Sumber :
  • iStock

VIVA.co.id - Pada awal abad ke-19 di Jawa, muncul sebuah karya sastra  spektakuler, Serat Centhini. Nama resminya Suluk Tembangraras. Serat ini digubah pada sekitar 1815 oleh tiga orang pujangga istana Kraton Surakarta, yaitu Yasadipura II, Ranggasutrasna, dan R. Ng. Sastradipura (Haji Ahmad Ilhar) atas perintah K.G.P.A.A. Amengkunegara II, atau Sinuhun Paku Buwana V.

Kerja keempatnya menghasilkan karya setebal 4.000 halaman lebih yang terbagi atas selusin jilid. Beberapa jilid di antaranya memuat ajaran erotika yang dibalut dengan mistisisme Islam dan Jawa. Banyak pihak yang menganggap Serat Centhini adalah Kamasutra Jawa.

Serat Centhini  terdiri atas 722 tembang (lagu Jawa), bicara soal seks dan seksualitas. Seorang kontributor sebuah surat kabar Prancis, Elizabeth D. Inandiak, menerjemahkannya ke dalam bahasa Prancis, dengan judul Les Chants de l’ile a dormir debout le Livre de Centhini (2002).

"Saya tak pernah membayangkan sama sekali bahwa seks bisa bergabung dengan mistik," katanya dalam kuliah umum 'Erotika Nusantara: Serat Centhini' di Teater Salihara, Jakarta, beberapa saat yang lalu.

Dalam Centhini, seks tak diartikan hanya sebagai pertemuan dua alat kelamin manusia, tetapi dituliskan jika hanya cuma bersetubuh, nanti lama-lama bisa busuk. Seks dapat berarti puncak erotika. Dalam menjelaskan arti erotika, Inandiak tak hanya menjabarkannya dari istilah Barat, tetapi juga menggalinya dari khazanah istilah lokal.

Padanan kata ini, menurut Inandiak, dapat ditemukan dalam Centhini. Beberapa kata yang artinya sama dengan erotika misalnya ajigineng, terangsang, nafsu berahi, cinta syahwati, asmaragama (seni bercinta), kasmaran, naluri seksual, pengumbaran nafsu, dan mabuk kepayang. Masyarakat Jawa telah mempunyai konsep dan kata mengenai erotika. Erotika tidak sepenuhnya datang dari Barat.

Penerjemahan Serat Centhini itu tak mudah, Inandiak mesti menghadapi dua pendapat ekstrem para ahli sastra Jawa. Satu kelompok berpendapat Serat Centhini terlalu kotor untuk diterjemahkan, karena memuat ajaran dan kata-kata kotor, cabul, dan kasar.

Cerita Bung Karno Jadi Model Patung Bundaran HI

Ahli lain menilai, Serat Centhini sangat adiluhung, sehingga tak bisa diterjemahkan. Kalau pun diterjemahkan, nilai estetis Centhini akan berkurang. Kedua pendapat itulah yang menyebabkan Serat Centhini tak diterjemahkan selama hampir satu abad.

Beberapa jilid Serat Centhini memang memuat ajaran-ajaran kotor dan cabul. Penuh adegan persanggamaan dan pelepasan hasrat seksual yang tak terbatas suami dan istri, juga di luar pernikahan. Petualangan Cebolang, remaja yang lari dari rumah orangtuanya karena menilai dirinya berdosa besar, menjadi simbolisasinya.

Dalam pelariannya, dia bersanggama dengan orang yang berbeda, tak peduli laki, atau perempuan di banyak tempat. Perbuatannya itu tak lain untuk menebus dosa-dosanya. Cebolang menganggap hanya dengan menceburkan diri ke perbuatan yang hina kesalahannya diampuni. (asp)

Skesta arwah

Kisah Pelukis Arwah Si Manis Jembatan Ancol

Aneh tapi nyata, namun begitulah faktanya.

img_title
VIVA.co.id
19 Januari 2016