BIN Janji Beberkan Informasi Terkait Kasus HAM Masa Lalu

Kepala BIN Marciano Norman
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi

VIVA.co.id - Jajak Pendapat (Referendum) yang terjadi tahun 1999 di Timor Leste, yang dulunya adalah Provinsi Timor-timur, masih menyisakan pekerjaan rumah bagi Indonesia dalam mengusut tuntas kasus-kasus pelanggaran HAM berat.

Kinerja dari Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KPP) yang dibentuk Indonesia dan Timor Leste pada tahun 2005 untuk mengungkap kasus-kasus HAM dari 1974-1999 belum juga berjalan efektif, karena hingga saat ini tak juga berhasil mengungkap secara pasti para pelanggar HAM tersebut.

Pada Januari 2006, Presiden Timor Leste Xanana Gusmao menyampaikan laporan Komisi Penerimaan Kebenaran dan Rekonsiliasi Timor Leste atau "Comissao de Acolhimento Verdade e.Reconciliacao" (CVR) kepada Sekjen PBB. Dalam laporan itu menyebutkan telah terjadi pembantaian terhadap 102.800 warga timor-timur dalam kurun waktu 25 tahun (1974-1999). Sekitar 85 persen dari pelanggaran HAM dilakukan oleh pasukan keamanan Indonesia.

Sebelumnya pada 9 Maret 2004, Badan PBB yakni United Nations Transitional Administration in East Timor (UNTAET) yang membentuk Serious Crimes UnitĀ  (SCU) mengumumkan hasil investigasinya. PBB UNTAET melaporkan dari 369 tersangka pelanggar HAM di Timor-timur, sebanyak 281 orang adalah berasal dari Indonesia, termasuk 37 anggota dan komandan militer TNI.

Atas dasar laporan tersebut, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Marciano Norman, berjanji akan memberi seluruh informasi dan data-data yang dimiliki BIN untuk segera membuka dan menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM bersama Tim Gabungan Kejaksaan Agung, Polri, TNI, dan Komnas HAM. "Kita akan bantu semaksimal kita nanti," ujar Marciano Norman usai konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, (21/04/2015), usai membentuk tim gabungan penyelesaian kasus HAM masa lalu.

Puncak pelanggaran HAM di Timor-Timur terjadi pada tahun 1999. Beberapa kasus yang terjadi diantaranya adalah pembunuhan di kompleks Gereja Liquico, Penculikan 6 orang warga Kailako, Penyerangan Rumah Uskup Belo, Pembakaran rumah penduduk di Maliana, Pembunuhan wartawan Belanda Sander Thoenes, dan pembunuhan massal di kompleks gereja Suai.

Tim gabungan yang terdiri dari Kejaksaan Agung, Komnas HAM, Badan Intelejen Negara (BIN), Komnas HAM, Menteri Koordinator Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) dan Menteri Hukum dan HAM, dan perwakilan panglima TNI dibentuk Selasa (21 April 2015) petang.

Tim Khusus HAM, Jaksa Agung Klaim Sudah Lapor Jokowi

Tim ini akan menelaah 7 kasus pelanggaran HAM berat yang hingga kini belumĀ  juga rampung. Selain kasus Timor Timur, tim ini akan mengutamakan penyelesaian kasus Talangsari, Wamena, Wasior, penghilangan paksa orang, penembak misterius (petrus), G30S/PKI dan kerusuhan Mei 1998.

Korban Kekerasan 1965 Unjuk Rasa di Komnas HAM

Cegah Bolak-balik Pemberkasan, MK Uji UU Pengadilan HAM

"Misalnya pemanggilan paksa harus mendapatkan izin pengadilan negeri."

img_title
VIVA.co.id
8 September 2015