Walisanga dari Tiongkok, Benarkah?

Masjid Demak
Sumber :
  • VIVA.co.id/Dody Handoko

VIVA.co.id - Susunan dewan wali itu disebut sebagai angkatan keempat. Dalam dewan walisanga angkatan keempat ini masih ada dua orang yang berasal dari angkatan pertama, sehingga pada tahun 1463, mereka sudah bertugas di tanah Jawa selama 59 tahun.

Cerita Bung Karno Jadi Model Patung Bundaran HI

Dua orang itu adalah Maulana Ahmad Jumadil Qubro yang meninggal pada 1465 dan Maulana Muhammad Al Maghrobi, tidak diketahui tahun berapa wafatnya.

Dengan meninggalnya dua orang wali yang paling tua itu, maka pada 1466 diadakan sidang yang memutuskan memasukkan anggota baru dan mengganti ketua dewan yang sudah berusia lanjut.

Ketua dewan yang dipilih dalam sidang tersebut adalah Sunan Giri, sedangkan anggota dewan yang masuk adalah Raden Fatah, putra Raja Majapahit Brawijaya V yang merupakan Adipati Demak. Fathullah Khan, putera Sunan Gunung Jati, membantu tugas ayahnya yang sudah berusia lanjut. Susunan dewan wali ini disebut angkatan kelima.

Setelah Raden Fatah dinobatkan menjadi Sultan Demak Bintara, pada 1478, dilakukan perombakan lagi dewan walisanga. Selain Raden Fatah, Sunan Gunung Jati mundur, karena usianya yang lanjut. Dua posisi yang kosong diisi oleh Raden Umar Said, putera Sunan Kalijaga yang lebih dikenal sebagai Sunan Muria.

Berikutnya Sunan Pandanaran, murid Sunan Kalijaga yang bermukim di Tembayat, juga dikenal sebagai Sunan Tembayat.

Menurut kitab Walisanga karya Sunan Giri II, status Sunan Muria dan Sunan Padanaran hanya sebagai wali penerus atau wali nubuah atau wali nukbah. Kitab Walisanga juga tidak pernah menyebut nama Fathullah Khan sebagai anggota walisanga. Barangkali hal itu terjadi karena begitu diangkat menjadi anggota walisanga, Fathullah Khan langsung disebut sebagai Sunan Gunung Jati seperti sebutan untuk ayahnya.

Ada versi Walisanga yang kontroversial. Prof. Slamet Mulyana pernah berusaha untuk mengungkapkan sejarah asal usul Walisanga dalam bukunya Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara, tetapi pada 1968 dilarang beredar, karena masalah ini menyangkut SARA.

Slamet menuliskan bahwa yang mendirikan kerajaan Islam pertama di Jawa adalah orang Tionghoa, bahkan Sultan yang pertama adalah orang Tionghoa yaitu Chen Jinwen alias Raden Patah alias Panembahan Tan JinBun atau Arya (Cu-Cu). Ia putera dari Cek Kopo di Palembang. Orang Portugis menyebut Raden Patah “Pate Rodin Sr.”

Dituliskan pula bahwa Walisanga didirikan oleh Sunan Ampel pada 1474 yang terdiri atas 9 wali yaitu: Sunan Ampel alias Bong Swie Ho, Sunan Drajat alias Bong Tak Keng, Sunan Bonang alias Bong Tak Ang, Sunan Kalijaga alias Gan Si Cang.

Sunan Gunung Jati alias Du Anbo–Toh A Bo, Sunan Kudus alias Zha Dexu–Ja Tik Su, Sunan Giri adalah cucunya Bong Swie Ho, Sunan Muria Maulana Malik Ibrahim alias Chen Yinghua/Tan Eng Hoat, Sunan Ampel (Bong Swie Ho) alias Raden Rahmat lahir pada th 1401 di Campa (Kamboja), ia tiba di Jawa pada 1443.

Slamet menyimpulkan bahwa Sunan Ampel aslinya bernama Bong Swi Hoo. Ia kemudian menikah dengan Ni Gede Manila yang merupakan anak Gan Eng Cu (mantan kapitan China di Manila yang dipindahkan ke Tuban sejak 1423). Dari perkawinan ini lahir Sunan Bonang. Bonang diasuh Sunan Ampel bersama Giri, yang belakangan dikenal sebagai Sunan Giri.

Para wali mendapatkan gelar Sunan yang artinya guru agama atau ustaz. Namun, oleh Slamet disebutkan perkataan Sunan itu sebenarnya diambil dari perkataan “Suhu atau Saihu” yang berarti guru dalam bahasa dialek Hokkian. Sebab, para wali itu adalah guru-guru pesantren Hanafiyah, dari mazhab Hanafi. “Su” singkatan dari kata “Suhu” dan “Nan” berarti selatan, sebab para penganut sekte Hanafi ini berasal dari selatan Tiongkok.

Pria Ini Sampaikan Kemerdekaan Indonesia ke Dunia
Skesta arwah

Kisah Pelukis Arwah Si Manis Jembatan Ancol

Aneh tapi nyata, namun begitulah faktanya.

img_title
VIVA.co.id
19 Januari 2016