Menguak Asal Mula Walisanga

Islamnya Putera Mahkota Majapahit

Ilustrasi Walisanga
Sumber :
  • Wikipedia
VIVA.co.id
Kisah Pelukis Arwah Si Manis Jembatan Ancol
- Walisanga atau Walisongo dikenal sebagai penyebar agama Islam di Pulau Jawa. Mereka hidup pada abad ke 14 dari zaman akhir Majapahit sampai kerajaan Demak. Mereka tinggal di pantai utara Pulau Jawa, yaitu Surabaya-Gresik-Lamongan-Tuban di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, dan Cirebon di Jawa Barat.
Baca:
Cerita Bung Karno Jadi Model Patung Bundaran HI
E.A. Indrayana, pemerhati sejarah kerajaan jawa memaparkan Maulana Malik Ibrahim sebagai ketua walisanga wafat pada tahun 1419 M, maka pada tahun 1421 M dikirim seorang penyebar Islam baru yang bernama Ahmad Ali Rahmatullah dari Campa yang juga keponakan Maulana Ishak. Ia dalah anak Ibrahim Asmarakandi yang menjadi menantu Sultan Campa. Raden Rahmat mempunyai kelebihan ilmu agama yang lebih mumpuni.
Pria Ini Sampaikan Kemerdekaan Indonesia ke Dunia

Putera mahkota kerajaan Majapahit, Kerta Wijaya atau dikenal dengan nama Brawijaya V saat itu menikah dengan puteri Campa, bibi Raden Rahmat. Raden Rahmat menjadi ketua walisanga diharapkan agar Prabu Kerta Wijaya mau masuk Islam atau tidak menghalangi penyebarah Islam.


Dialog antara Raden Rahmat yang mengajak Prabu Kerta Wijaya masuk Islam tertulis dalam
Kitab Walisanga
dengan Langgam Sinom Pupuh IV bait 9-11 dan bait 12-14.


Karena masih kerabat istana, maka Raden Rahmat diberi daerah Ampeldenta oleh Raja Majapahit, kemudian didirikan pesantren. Selanjutnya Raden Rahmat dikenal dengan nama Sunan Ampel.


Raden Rahmat datang ke  Pulau Jawa disertai dua pemuda bangsawan Campa, yaitu Raden Santri Ali dan Alim Abu Hurairah, serta 40 orang pengawal. Raden Santri Ali dan Alim Abu Hurairah bermukim di Gresik dan dikenal dengan Sunan Gresik dan Sunan Majagung. Susunan dewan wali itu disebut sebagai angkatan kedua.


Pada tahun 1435 ada dua orang wali yang wafat, yaitu Maulana Malik Isro`il dan Maulana Muhammad Ali Akbar. Dengan meninggalnya dua orang itu, dewan mengajukan permohonan kepada Sultan Turki, sultan Murad II untuk dikirimkan dua orang pengganti.


Permohonan tersebut dikabulkan, pada 1436 dikirim dua orang juru dakwah. Sayyid Ja’far Shodiq berasal dari Palestina, yang bermukin di Kudus, Jateng, dikenal dengan nama Sunan Kudus. Syarif Hidayatullah berasal dari Palestina yang merupakan ahli strategi perang.


Menurut buku
Babad Tanah Sunda-Babad Cirebon
karya PS Sulendraningrat, Syarif Hidayatullah adalah cucu Prabu Siliwangi dari Pajajaran hasil perkawinan Rara Santang dan Sultan Syarif Abdullah dari Mesir. Selanjutnya Syarif Hidayatullah bermukim di Cirebon dan dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati. Susunan dewan wali itu disebut angkatan ketiga.


Pada 1462 dua orang anggota walisanga  wafat, yaitu Maulana Hasanuddin dan Maulana Aliyuddin. Sebelum itu ada dua orang anggota wali yang meninggalkan tanah Jawa, yaitu Syekh Subakir pulang ke Persia dan Maulana Ishak berdakwah di Pasai. 


Dalam sidang walisanga di Ampeldenta, diputuskan bahwa ada empat orang yang masuk dalam dewan walisanga. Mereka adalah Raden Makhdum Ibrah, putra Sunan Ampel yang bermukim di desa Bonang, Lasem. Selanjutnya dikenal dengan nama Sunan Bonang.


Raden Qosim, putra Sunan Ampel yang bermukim di lamongan dan dikenal dengan nama Sunan Drajat. Raden Paku, putera Maulana Ishaq yang bermukim di Gresik, dikenal dengan nama Sunan Giri. Raden Mas Said, putera Adipati Tuban bermukim di Kadilangu, Demak, dikenal dengan nama Sunan Kalijaga.



Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya