Mengenal Guru KH Hasyim Asy’ari dan Ahmad Dahlan

Makam Shaleh Darajat
Sumber :
  • VIVA.co.id/Dody Handoko
VIVA.co.id
Kisah Pelukis Arwah Si Manis Jembatan Ancol
- Kiai Haji Shaleh Darat merupakan sosok ulama yang memilki andil besar dalam penyebaran Islam di Pantai Utara Jawa, khususnya di Semarang. Murid yang pernah berguru kepadanya adalah KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Ahmad Dahlan. Bahkan R.A.Kartini pernah mengaji padanya. Hasyim Asy'ari merupakan pendiri Pondok Pesantren Tebuireng dan pendiri Nahdlatul Ulama, sedangkan Ahmad Dahlan Pendiri Muhammadiyah.

Cerita Bung Karno Jadi Model Patung Bundaran HI


Makam Shaleh di kompleks pemakaman umum Bergota, Semarang, serasa tak penah lengang dari peziarah. Peziarah membaca Alquran, salawat, serta zikir. Gema puji-pujian itu seolah merayapi setiap sudut ruangan makam yang terlihat terawat rapi dan bersih. Setiap tanggal 10 Muharam diadakan acara khaul, memperingati meninggalnya Kiai Shaleh.

Ketinggian ilmunya tidak hanya bisa dilihat dari karya-karya monumental dan keberhasilan murid-muridnya menjadi ulama-ulama besar di Jawa, tetapi juga bisa dilihat dari pengakuan penguasa Mekkah saat ia bermukim disana. Ia dinobatkan menjadi salah seorang pengajar di Tanah Suci tersebut. Selain itu, ia adalah seorang ulama yang sangat memperhatikan orang-orang Islam awam dalam bidang agama.

“Kiai Shaleh menulis ilmu Fiqih, aqidah, tasawuf, akhlak dengan bahasa yang mudah dipahami orang awam, yakni dengan bahasa Jawa,”ujar Kalimah, juru kunci makam.

Tradisi dari putra ulama adalah menimba ilmu sebanyak mungkin kepada masyaikh kondang di pesantren-pesantren di seluruh tanah Jawa, bahkan hingga ke Mekkah.

Dia menceritakan Kiai Shaleh bernama lengkap Muhammad Shaleh. Lahir di Desa Kedung Jumbleng, Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara, pada sekitar tahun 1820. Ayahnya bernama KH. Umar, sosok ulama yang terkenal pada masa Pengeran Diponegoro.

Sejak kecil Shaleh  mendapat tempaan ilmu dari ayahnya. Setelah dirasa cukup lama belajar dengan ayahnya, Shaleh mkengembara ke berbagai tempat hingga akhirnya berkesempatan belajar ke Mekkah.
 
Di sana beliau berguru dengan ulama-ulama besar di antarnya Syaikh Muhammad Almarqi, Syaikh Muhammad Sulaiman Hasballah, Syaikh Sayid Muhammad Zein Dahlan, Syaikh Zahid, Syaikh Umar Assyani, Syaikh Yusuf Almisri, serta Syaikh Jamal Mufti Hanafi. Shaleh juga bertemu dengan santri -santri yang berasal dari Indonesia antara lain KH Nawawi Al Bantani dan KH Muhammad Kholil Al Maduri.
 
Di antara nama kondang tersebut salah satunya adalah KH. M Sahid yang merupakan cucu dari Syaikh Ahmad Mutamakkin, seorang ulama “kontroversial” asal Desa Kajen, Margoyoso, Pati, Jawa Tengah, yang hidup di zaman Mataram Kartosuro pada abad ke-18. Dari Syaik itulah, ia belajar beberapa kitab fiqh, seperti Fath al-Qarib, Fath al-Mu’in, Minhaj al-Qawim dan, Syarh al-Khatib.
 
Kemudia Kiai Shaleh berguru kepada Kyai Raden Haji Muhammad Salih ibn Asnawi di Kudus. Dari padanya beliau mengkaji Kitab Al-Jalalain al-Suyuti. Di Semarang beliau mendalami nahwu dan sharaf dari Kyai Iskak Damaran, kemudian belajar ilmu falak dari Kyai Abu Abdillah Muhammad al-Hadi ibn Baquni.
 
Berlanjut kepada Ahmad Bafaqih Ba’lawi demi mengkritisi kajian Jauharah at-Tauhid buah karya Syaikh Ibrahim al-Laqani dan Minhaj al-Abidin karya Al-Ghazali.
 
Kiai Shaleh juga mempelajari pula kitab Masa’il as-Sittin karya Abu al-Abbas Ahmad al-Misri, kajian tentang ajaran dasar Islam populer di Jawa sekitar abad ke- 19, dari Syaikh Abdul al-Ghani. Demikian pula lalu nyantri kepada Kyai Syada’ dan Kyai Mutada’, dijalaninya bahkan kemudian menjadikannya sebagai menantu.

![vivamore="
Pria Ini Sampaikan Kemerdekaan Indonesia ke Dunia
Baca Juga :"]


[/vivamore]
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya