- VIVAnews/Anhar Rizki Affandi
VIVA.co.id - Mantan Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi, Abdullah
Hehamahua, kembali mengingatkan bahwa KPK dibentuk karena penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan belum maksimal dalam menangani
korupsi.
Abdullah mengatakan korupsi adalah bentuk kejahatan luar biasa yang
membutuhkan lembaga baru dan cara-cara penanganan yang luar biasa.
Karena itu, ia menganggap bukan persoalan jika KPK kemudian menggunakan cara-cara yang tidak biasa ketika menangani koruptor.
"Hukum acaranya juga berbeda dengan KUHAP. Misal di KUHAP, ketika
memanggil tersangka atau saksi harus ada izin atasannya, kalau KPK
tidak perlu," kata Abdullah di Jakarta Selatan, Rabu 25 Maret 2015.
Menyoal belakangan ini KPK begitu cepat menetapkan orang sebagai tersangka korupsi, Abdullah menjawab bahwa itu karena para pekerja atau penyidik di KPK adalah orang-orang yang bersemangat dan rajin beribadah.
"Sebelum mereka (penyidik) turun operasi, mereka selalu salat dulu. Itu betapa mereka menghayati kegiatan mereka. Kalau Anda masuk KPK karena gaji besar, maka Anda salah tempat," ujar Abdullah.
Sebelumnya, Wakil ketua DPR, Fahri Hamzah, mengatakan bahwa korupsi di Indonesia makin menggila setelah adanya demokrasi yang tidak terkendali. Menurut Fahri, korupsi pada zaman otoriter lebih bisa dikendalikan. Pencegahan korupsi dalam pemerintahan otoriter juga bisa lebih dikontrol.
Kebebasan yang tidak terkendali ini, lanjutnya, juga bisa disalahgunakan oleh lembaga pemberantas korupsi seperti KPK. Ia menganggap jika tidak ada pengawasan terhadap KPK, maka KPK bisa menjadi berbahaya. (ase)
![vivamore=" Baca Juga