- Mohammad Zumrotul Abidin/Surabaya
"Harus ditarik karena bisa membuat resah masyarakat. Apalagi beredar di dunia pendidikan negeri ini,” ujar Ketua LP Ma'arif NU Jawa Timur, Prof Dr Abdul Haris, di Surabaya, Jumat, 20 Maret 2015.
Menurut Haris, penyusun buku itu juga harus dievaluasi tetapi tentu dengan pendekatan dialog agar masalah ini terselesaikan.
"Bagaimana pun, paham-paham radikal tidak boleh ada di Indonesia karena bisa mengancam keutuhan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia),” tegasnya.
NU, katanya, memiliki perhatian penuh untuk memerangi paham-paham radikal di Indonesia. Karena itu, dalam setiap penyusunan buka pelajaran di lingkungan LP Ma'arif NU harus sejalan dengan visi dan misi NU. "Kuncinya adalah Islam sebagai rahmatan lil alamin," katanya.
Haris juga mengatakan, jika buku pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Budi Pekerti meresahkan masyarakat, seharusnya pemerintah juga segera bersikap. Salah satunya adalah menarik dan kemudian merevisi buku itu dan diganti buku-buku yang sejalan dengan kebhinnekaan Indonesia.
Buku yang mengandung ajaran radikal beredar di Jawa Timur dan diperkirakan meluas di seluruh Tanah Air karena didistribusikan oleh Kementerian Pendidikan ke sekolah-sekolah dalam format digital.
Dalam buku itu, tepat di halaman 170 tertuang pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab yang membolehkan membunuh kepada orang yang di tidak percaya pada Allah. Ajaran itu dinilai menyerupai paham yang dianut militan ISIS.
Ditarik
Di tempat terpisah, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan, menyatakan akan menarik buku-buku pelajaran yang bermuatan ajaran ISIS. "Buku yang bermasalah akan kami tarik," katanya kepada wartawan Jakarta, Jumat, 20 Maret 2015.
Menteri mengaku tak main-main dengan masalah itu. Dia juga akan mengkaji ulang materi-materi dalam buku ajar. Dia tak mau Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan kebobolan lagi.
"Kami akan review (dikaji/evaluasi). Kami panggil orang-orang yang paham, beri waktu yang cukup. Sesudah barang itu jadi, baru diberikan kepada anak-anak. Jangan barangnya belum jadi, belum di-review dengan lengkap, lalu diberikan kepada anak-anak sekarang. Konsekuensinya seperti sekarang," katanya.
Menurutnya, ada kesalahan sedikit di materi buku ajar bisa berakibat fatal. "Kalau masalah agama, banyak orang yang tahu. Coba kalau masalah fisika, matematika, dan kimia. Kalau salah, bagaimana? Di situ letaknya saya katakan perubahan kurikulum jangan main-main," katanya.