Sumber :
- ANTARA/Andika Wahyu
VIVA.co.id -
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna H Laoly, meminta publik tidak diskriminasi terhadap terpidana korupsi. Hal itu dikatakan Yasonna, terkait rencana pemberian remisi terhadap koruptor.
"Ini kalau koruptor mau remisi harus persetujuan KPK atau Kejaksaan. Padahal prosedurnya itu, seharusnya sehabis keputusan itu pembinaannya kan ada di Kemenkumham. Sehingga menjadi sangat diskriminatif," kata Yasonna, di Istana Negara, Jakarta, Jumat 13 Maret 2015.
![Halaman Selanjutnya]( "Halaman Selanjutnya")
Baca Juga :
Menjadi Koruptor, Profesi Idaman?
"Ini kalau koruptor mau remisi harus persetujuan KPK atau Kejaksaan. Padahal prosedurnya itu, seharusnya sehabis keputusan itu pembinaannya kan ada di Kemenkumham. Sehingga menjadi sangat diskriminatif," kata Yasonna, di Istana Negara, Jakarta, Jumat 13 Maret 2015.
Baca Juga :
Menteri Yasonna Temui Wapres Bahas Golkar
Semua narapidana, kata Menteri asal PDI Perjuangan itu, punya hak yang sama. Termasuk terpidana korupsi. Apakah mendapatkan remisi, bahkan pembebasan bersyarat.
"Hukuman badannya tetap jalan, namun jangan hilangkan hak dia sebagai narapidana. Kita koreksi sistem ini," kata Yasonna.
Diketahui, pada era Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, diterbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 tahun 2012 soal pengetatan remisi korupsi, narkotika, terorisme dan pelanggaran HAM.
Kata Yasonna, PP No.99 tahun 2012 yang diterbitkan Kemekumham era SBY adalah diskriminatif. Sehingga, dengan kajian ini, Yasonna ingin agar tidak ada lagi diskriminasi narapidana.
"Filosofi pembinaan kita tidak lagi restribusi pembalasan, tidak lagi pencegahan. Filosifi sekarang adalah perbaikan," kata Yasonna.
![vivamore="
Baca Juga
:"]
[/vivamore]
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Semua narapidana, kata Menteri asal PDI Perjuangan itu, punya hak yang sama. Termasuk terpidana korupsi. Apakah mendapatkan remisi, bahkan pembebasan bersyarat.
