LPTI: Citra Jokowi Turun di Media Sosial

Presiden Jokowi.
Sumber :
  • REUTERS/Olivia Harris

VIVA.co.id - Tren Joko Widodo di mata netizen terus menurun setelah dilantik menjadi Presiden. Sebaliknya, justru beberapa kementerian Kabinet Kerja menunjukkan tren positif.

Hal ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Pengkajian Teknologi dan Informasi (LPTI) Pelataran Mataram bersama Lembaga Monitoring Data dan Analisis Kampanye Media Sosial Airmob.

Jokowi: Indonesia Bangga Raih Perak Pertama

Peneliti LPTI Pelataran Mataram, Husen Ansyari, dalam pemaparan hasil penelitiannya di Jakarta, Jumat 6 Maret 2015, mengatakan dalam dua bulan terakhir, Januari-Februari, tren positif Jokowi turun menjadi 51 persen. Angka ini lebih rendah dibanding tren positif yang didapat sejumlah kementeriannya.

"Hasil penelitian kami, berdasarkan perbincangan melalui media sosial ditemukan bahwa selama dua bulan terakhir tren positif Jokowi turun menjadi 51 persen, lebih rendah dibanding sejumlah kementeriannya," ujar Husen.
Ahok Ungkap Alasan Jokowi Sindir Keuangan Daerah

Sebagai perbandingan, untuk Kementerian ESDM, ujar Husen, tren positifnya mencapai 70 persen. Sedangkan Kemendagri 69 persen, Kemenhub 68 persen, dan Kemendikbud 64 persen.

Jokowi Luapkan Kekesalahan kepada Ratusan Kepala Daerah

Penurunan tren positif itu, kata Husen, sebagian besar disebabkan isu pencalonan Budi Gunawan sebagaiĀ  Kapolri. Isu itu paling dominan diperbincangkan dalam dua bulan terakhir.

Bahkan, saat Budi Gunawan tidak dilantik oleh Presiden, sentimen positif Jokowi tetap mengalami penurunan. Hal itu terjadi karena keputusan Jokowi dianggap oleh para netizen bukan sebagai solusi, melainkan ketidaktegasan Jokowi.

Penelitian ini juga menemukan bahwa sejumlah gebrakan yang dilakukan oleh kementerian yang dipersepsikan positif, tapi justru tidak terasosiasi sebagai citra keberhasilan Jokowi sebagai pemimpinnya. Jokowi lebih dipersepsikan dengan isu-isu yang terkait dengan konflik elite.

Sementara itu, peneliti sekaligus pengamat politik Airmob, Nurfahmi Budi Prasetyo mengatakan bahwa hal ini muncul akibat kekecewaan publik dengan hilangnya dua isu besar. Isu besar itu pernah dikampanyekan Jokowi yaitu, Indonesia sebagai poros maritim dunia dan program revolusi mental.

"Tren tersebut terjadi karena Jokowi terkesan hanya jadi bumper bagi semua kelemahan kinerja kabinet dan lembaga tinggi negara yang dipimpinnya," ujar Fahmi.

Di sisi lain, politisi PDIP, Alexander Yahya Datuk, yang juga hadir dalam diskusi tersebut mengatakan bahwa isu sosial media memang penting. Namun isu yang menjadi fokus harusnya isu substansial, bukan yang tidak substansial.

Dalam perspektif ekonomi, Alexander mencontohkan ada isu yang memang cukup penting. Misalnya, melemahnya rupiah, sebenarnya tidak terlalu berpengaruh. Yang diperlukan adalah strategi komunikasi politiknya, untuk meredam perspepsi negatif yang beredar.

"Isu di sosial media adalah isu konsolodasi awal. Saya khawatir isu yang tidak substansial menjadi fokus, " ujar Alexander.

Penelitian ini dilakukan dari awal Januari sampai akhir Februari 2015. Metode yang digunakan adalah kuantitatif dengan cara membandingkan percakapan atau status pengguna media sosial seperti Twitter, Facebook kementerian dan pejabat-pejabat lainnya. (ase)





Ilustrasi formulir pajak

Presiden Jokowi Santai UU Amnesty Digugat

"Sudah jadi budaya di Indonesia."

img_title
VIVA.co.id
10 Agustus 2016