Dipanggil KPK, Hadi Purnomo Tak Datang

Mantan Dirjen Pajak Hadi Purnomo
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi

VIVA.co.id - Mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Hadi Poernomo tak memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi guna menjalani pemeriksaan.

Ruki: Hadi Poernomo Tetap Tersangka

Sesuai jadwal, ia seharusnya menjalani pemeriksaan sebagai tersangka terkait kasus dugaan korupsi dalam permohonan keberatan pajak yang diajukan Bank Central Asia (BCA) tahun 2003.

Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha mengatakan, Hadi melayangkan surat mengenai ketidakhadirannya tersebut. "Tidak hadir, tadi katanya mengirimkan surat. Cuma aku belum tahu alasannya," kata Priharsa, Kamis 5 Maret 2015.

KPK: Praperadilan Hadi Poernomo Ganggu Pemberantasan Korupsi

Menurut Priharsa, KPK akan kembali menjadwalkan pemeriksaan terhadap mantan dirjen pajak tersebut. Namun, dia mengaku belum mengetahui kapan jadwal pemanggilan berikutnya.

Sebelumnya, KPK telah menetapkan mantan Ketua BPK Hadi Poernomo terkait kasus dugaan korupsi dalam permohonan keberatan pajak yang diajukan Bank Central Asia (BCA). Hadi dijerat dalam kapasitasnya sebagai mantan Direktur Jenderal Pajak 2002-2004. Dia diduga menyalahi prosedur dengan menerima surat permohononan keberatan pajak BCA tahun 1999.

Ruki: Putusan Praperadilan Hadi Poernomo Melebihi Batas

Dia disangka telah melanggar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Ketua KPK saat itu, Abraham Samad menjelaskan, kasus ini bermula pada 17 Juli 2003. Ketika itu BCA mengajukan surat keberatan pajak atas transaksi nonperformance load senilai Rp5,7 triliun kepada direktur Pajak Penghasilan (PPh). "Pada 13 Maret 2014, direktur PPh mengirim surat pengantar kepada Dirjen pajak HP (Hadi Poernomo). Surat itu berisi kesimpulan dari hasil telaah yang memutuskan menolak permohonan wajib pajak BCA," kata Samad.

Lalu, sehari sebelum jatuh tempo untuk memberikan keputusan final kepada keberatan BCA, 18 Juli 2004, Hadi Poernomo memerintahkan direktur PPh dengan mengirimkan nota dinas. "Dalam nota dinas tersebut dituliskan agar mengubah kesimpulan dalam hal ini Saudara HP meminta agar mengubah kesimpulan wajib pajak BCA yang semula menolak menjadi diterima. Di situlah peran Saudara HP," ujar Abraham menambahkan.

Hadi Poernomo kemudian menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) yang memutuskan menerima wajib pajak BCA. Setelah itu, direktur PPh kemudian menyampaikan surat itu ke PT BCA. Atas perbuatan Hadi Poernomo itu negara dirugikan sebesar Rp370 miliar.

![vivamore="
Baca Juga
:"][/vivamore]
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya