Begini Cara Sindikat Begal Surabaya Merekrut Kader

Kelompok Begal di Surabaya Berregenerasi
Sumber :
  • Mohammad Zumrotul Abidin/Surabaya
VIVA.co.id
Aplikasi Antibegal Bikinan Mahasiswa ITS
- Aparat Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Surabaya menembak mati satu pemimpin kelompok pencurian dengan kekerasan sepeda motor atau begal motor biasa beroperasi di kota itu pada 2014.

Modus Baru Begal, Pura-pura Tersenggol Motor Korban

Dia adalah Rohman atau biasa disapa Cak Rohman, pemimpin komplotan begal jaringan Tragah (sebuah daerah di Madura, Jawa Timur). Dia bukan hanya pemimpin tetapi juga ahli merekrut dan mengkader calon begal yang kelak menjadi anggota atau jaringannya. Sebagian besara adalah remaja.
Ibu Rumah Tangga Jual Ribuan 'Pil Setan' ke Begal


Kepala Unit Reserse Mobile Polrestabes Surabaya, Ajun Komisaris Polisi Agung Pribadi, mengaku memahami betul seluk-beluk jaringan Tragah. Begitu juga reputasi Cak Rohman, tak hanya dalam beraksi membegal, melainkan juga mengkader calon begal.

"Ada yang awalnya diajak minum-minuman keras lalu diajari begal," kata Agung kepada
VIVA.co.id
di Surabaya, Rabu, 4 Maret 2015.


Kelompok begal Je'eh dan Ketelang (jaringan Tragah) memiliki kode untuk operasinya. Kode atau sandi itu dikenal dengan istilah
dulen
(dalam bahasa Jawa berarti main), yang bagi mereka bermakna mencari korban pembegalan di jalanan.


"Mereka anak muda yang
gunggungan
(sok jagoan/mentang-mentang). Jadi ada kebanggaan ketika diajak begal," katanya.


Menurut Agung, mungkin anak-anak muda itu beranggapan, selain bisa mendapat uang, mereka juga mendapat pengalaman. "Perekrutan semacam itu yang bahaya bagi generasi muda," katanya.


Polisi yang memiliki keahlian khusus dalam menembak itu menceritakan, pola pengkaderan para pembegal muda cukup unik. Tahap pertama, mereka disuruh melihat dari kejauhan saat generasi tua seperti Cak Rohman beraksi. Tahap kedua, kalangan muda diajak beraksi dengan didampingi kalangan tua. Lalu, aksi berikutnya, kalangan muda diminta beraksi sendiri dengan dipantau dari kejauhan oleh generasi tua.


"Setelah sudah
tatak
(berani/tega), mereka sudah masuk kelompok dan bisa ditugasi untuk beraksi sendiri. Tapi rata-rata beraksi dua sampai empat orang," kata mantan Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Sidoarjo itu.


Jaringan begal seperti itu, kata Agung, cepat menjalar. Sebab perekrutannya bermula pesta minum minuman keras (berpesta). Seorang anggota mula-mula mengajak calon kader untuk ikut berpesta miras, kemudian diindoktrinasi, beradaptasi dengan anggota lain, lalu dilatih sampai benar-benar siap beraksi sendiri.


Pola rekrutmen itu terus berulang dan dilakukan anggota lain sehingga anggota komplotan bertambah dan organisasi begal itu kian membesar. "Jadi ada satu bawa temannya, terus teman tadi bawa teman lagi," kata Agung.


Kendati demikian, bukan berarti jaringan seperti itu tidak bisa diberantas. Menurutnya, komplotan begal di Surabaya sebenarnya sudah relatif mereda setelah lima pelaku ditembak mati pada tahun 2014.


"Harus ada
shock therapy
(penindakan yang menimbulkan efek jera). Mereka sekarang takut main ke Surabaya. Sekarang beralih ke Sidoarjo dan terus kita bantu untuk memberantasnya," pungkas Agung. (ren)



Baca juga:


Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya