Karya Mahasiswa ITS Dapat Penghargaan di Harvard

Proyek Kompos Mahasiswa Surabaya Diapresiasi PBB
Sumber :
  • Mohammad Zumrotul Abidin/Surabaya
VIVA.co.id
Mahasiswa Brawijaya Buat Jelantah Jadi Pengharum Ruangan
- Proyek pupuk kompos karya mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya diapresiasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Proyek itu bahkan diganjar penghargaan dalam kompetisi Harvard National Model United Nations (HNMUN) 2015 di Universitas Harvard, Amerika Serikat, pada Februari 2015.

ITS Lombakan 2 Kapal Tenaga Matahari ke Jepang

Dua dari sepuluh anggota tim, R Aditya Brahmana (mahasiswa jurusan Teknik Informatika) dan Yabes David Losong (mahasiswa jurusan Teknik Mesin), merebut gelar The Best Social Venture Challenge dalam kompetisi itu.
Anak Pemulung Ini Berpeluang Raih S2 di Singapura


HNMUN adalah ajang simulasi sidang PBB yang diselenggarakan organisasi perhimpunan negara-negara di dunia itu Universitas Harvard. Kompetisi itu diikuti 3.000 mahasiswa dari 70 negara di dunia. Aditya dan Yabes menempatkan nama ITS di posisi puncak di antara pemenang lain dalam kompetisi itu.

Social Venture Challange (SVC) adalah gelar juara yang diberikan kepada tim yang memiliki proyek sosial yang memberikan dampak paling besar bagi perekonomian masyarakat. Adapun proyek sosial yang mereka angkat adalah memberdayakan petani dan peternak di Desa Mojosari, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, untuk membuat vermikompos berbahan dasar cacing tanah dan limbah kotoran sapi.


"Vermikompos tersebut kemudian dijadikan sebagai pupuk untuk meningkatkan produktivitas jagung saat kemarau,” ujar Yabes di Surabaya, Senin, 2 Maret 2015.


Aditya dan Yabes kemudian membawa proyek itu ke Harvard untuk dipresentasikan di HNMUN. Alhasil, karya mahasiswa mahasiswa angkatan 2011 itu mendapat tempat di hati dewan juri.


Menurut Yabes, juri sangat terkesan dengan proyek mereka karena berhasil mengubah hal yang jorok menurut orang banyak, menjadi sesuatu yang bernilai ekonomis tinggi. “Orang bule itu bakalan terbuka pikirannya dengan hal yang menjijikkan tapi bisa menghasilkan uang,” ujarnya.


Pendatang baru


Mekanisme kompetisi utama dalam HNMUN adalah para kontingen menjadi representasi dari suatu negara. Negara itu dinilai keaktifannya dalam berdiplomasi dengan negara lain untuk memberikan resolusi terhadap permasalahan dunia yang sedang terjadi.


Dalam hal ini, ITS menjadi representasi dari negara Tanzania. “Adapun SVC adalah cabang perlombaan dari HNMUN itu sendiri,” kata Yabes.


Ada tiga tim ITS yang maju di kategori SVC. Bahkan, dua di antaranya berhasil masuk ke babak final. Tetapi hanya satu yang akhirnya dapat juara.


“Negara-negara di Amerika Latin yang paling berat karena mereka sangat ambisius,” jawab Aditya ketika ditanya negara mana yang menjadi pesaing paling berat dalam kompetisi itu.


Yabes mengaku mereka tak main-main mempersiapkan kompetisi itu. Ia dan tim yang tergabung dalam ITS HNMUN Club telah mempersiapkan diri sejak Oktober 2014. Meski baru pertama kali ikut dalam HNMUN, anggota tim yang berangkat telah memiliki berbagai prestasi dalam ajang MUN lain. Mereka bisa menaklukkan HNMUN meski datang dengan status sebagai pendatang baru.


“HNMUN itu paling keras, seperti di PBB beneran. Istilahnya the mother of MUN,” ujarnya.


Bidang sosial


Prestasi yang ditorehkan Tim ITS HNMUN menjadi bukti bahwa mahasiswa ITS tidak hanya berprestasi di bidang teknik tetapi juga bidang sosial yang bergengsi. Menurut Aditya, permasalahan yang dibahas di PBB tidak hanya mengenai sosial dan hubungan internasional tetapi juga permasalahan alam dan eksakta yang membutuhkan campur tangan orang-orang teknik.


Yabes berharap prestasi itu mampu menjadi pelecut semangat bagi mahasiswa ITS agar tidak alergi di dunia sosial, politik dan hubungan internasional. Menurutnya, pemikiran-pemikiran mahasiswa teknik dapat diaplikasikan dalam dunia politik. “Engineering (ilmu teknik) tanpa politik itu kuli,” tegasnya.



Baca juga:



Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya